Blog featuring asian fanfiction and etc.

Tuesday 14 January 2014

Comment Pourrais- Je t'aime, Professeur?

Author : Haepi Hun

Title : Comment Pourrais- Je t'aime, Professeur

Cast : - Cho Kyung (OC)

          - Han Hyekyul (OC/ Readers)

Other Cast : - Lee Songwoo (OC)
                    - Hong Hyoji (OC)

Rating : T, PG-13

Genre : Romance, Fluff, Friendship, School Life

Length : Oneshoot

__________________________________________________

Ini adalah ff pertama author yang main cast-nya bukan berasal dari artis korea mana pun. Hmm... jadi namanya bukan fanfiction, tapi fiction. Hehehe, main cast-nya bisa dibayangin jadi bias masing-masing ya..

________________________________________________________________________

Pagi begitu cerah. Matahari menambah hangat suasana gedung SMA Hokwon International School hari ini. Murid-murid berhamburan di pelataran sekolah, menunggu bel masuk berbunyi sambil membuat suara gaduh dari aktifitas mereka masing-masing. Aku hanya duduk manis di bangku yang ada di depan kelasku dengan memasang earphone dark blue di telingaku yang selalu setia menemaniku setiap hari. Aku bersenandung kecil mengikuti alunan lagu dari earphone milikku lalu beberapa menit kemudian suara bel berbunyi. Dengan tersenyum aku segera melepas earphone-ku dan masuk ke dalam kelas.

Inilah yang kutunggu. Pelajaran pertama di Hari Rabu, Bahasa Perancis. Bukan karena aku menyukai Bahasa Perancis, justru aku sangat payah dalam bahasa bahkan Bahasa Korea pun terkadang aku masih belum becus, tetapi karena guru pengampu Bahasa Perancis itulah yang membuatku kini jadi menggemari bahasa negeri impian itu. Dialah, Cho Kyung. Meskipun dia sangat tampan dan bersahabat, tetapi tidak sedikit juga murid yang tak menyukainya. Itu karena imejnya yang terkenal tegas dan terkesan galak ketika mengajar. Meskipun begitu, di luar sekolah perilakunya sangat manis. Sangat berkebalikan ketika sedang mengajar.

"Han Hyekyul!" Aku menelan ludahku mendengarnya memanggil namaku dengan suaranya yang berat itu. Oh, apakah kali ini aku akan dimarahinya lagi? Ya, aku sering ditegur olehnya karena kelalaianku, tapi hal itu tidak pernah mengurangi 0,00 persen pun rasa sukaku padanya.

"Ne? Seonsaengnim?" Jawabku takut-takut seraya mengangkat tangan kananku ke udara. Wajahnya tampak datar. Setelah mengembuskan nafas panjang ia menyuruhku untuk maju ke depan.

"Sekarang tolong isi soal-soal ini." Kepalanya mengarah pada papan tulis. Sial! Sedari tadi aku tidak mendengarkannya menerangkan pelajaran. Sekarang apa yang harus kulakukan?

"So... soal di papan tulis ini, saem?"

"Tentu saja. Saya baru saja menjelaskan tadi, jadi sekarang kau harus bisa mengerjakannya." 

Tenggorokanku terasa tercekat. Ini seperti aku sedang dikepung oleh puluhan harimau lapar yang siap menerkamku. Bayangkan saja, dari sepuluh soal ini tidak ada satu pun yang bisa kukerjakan. Aku tahu dia pasti sengaja melakukan ini padaku.

"Saya menunggu, Han Hyekyul!" Ujarnya penuh penekanan. Sial! Dengan perilakunya yang seperti ini kenapa aku tidak juga bisa untuk berhenti menyukainya? Akhirnya dengan gugup aku kembali menghadapnya. "Joisong... joisonghamnida saem. Tapi saya tidak dapat mengerjakannya." Aku menundukkan kepalaku. Aku sangat malu dipermalukan seperti ini di depan kelas.

"Bahkan satu nomor pun?" Aku tetap pada posisiku.

"Han Hyekyul! Saya selalu memperhatikanmu di kelas dan kamu selalu kedapatan sedang melamun. Kamu tidak pernah mendengarkan penjelasan saya. Bagaimana kamu bisa meningkat jika terus begini?" Seisi kelas hening termasuk aku. Jika sudah begini sang ketua kelas yang biang onar pun pasti juga akan membisu. Cho Saem akhirnya menyerah menghadapiku yang hanya bisa berdiam diri kemudian ia menyuruhku untuk kembali ke bangku.


"Sering diperlakukan seperti ini perasaanmu tetap tidak berubah?" Suara Lee Songwoo mengejutkanku. Dia adalah sahabatku yang terbaik. Meskipun dia laki-laki, tetapi dia selalu dapat memberikanku solusi ketika aku sedang dalam masalah.

"Eh.. Kapjakkiya!" Aku pun memersilakannya untuk duduk di sebelahku sambil menikmati minuman kami masing-masing.

"Kau masih tetap mengharapkannya?" Lanjutnya.

"Aku sudah berkali-kali mengatakan padamu, aku tidak pernah mengharapkannya. Aku hanya menyukainya saja."

"Dan aku juga sudah berkali-kali mengatakan padamu bahwa kau tidak bisa membohongiku." Aku terdiam mendengar jawabannya.

"Ayolah! Aku sudah lama mengenalmu Han Hyekyul." Dia benar. Mungkin aku yang tidak bisa jujur terhadap diriku sendiri bahwa sebenarnya aku sangat mengharapkan Cho Saem.

"Baiklah. Kau menang. Tapi itu tidak mungkin! Dia adalah guru, sedangkan aku murid didiknya. Bagaimana mungkin bisa?" Jawabku putus asa.

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika kau berusaha!" Tepat setelah Songwoo menyelesaikan kalimatnya bel pun berbunyi. Kami pun kembali masuk ke dalam kelas.

Sepulang sekolah aku terus merenungi ucapan Songwoo di kantin. Mungkin selama ini aku terlalu menutup diri. Tapi guru sesempurna Cho Saem mana mungkin melirikku? Bahkan hal yang bisa dia lakukan padaku hanyalah terus menegur dan memarahiku. Dia selalu mempermalukanku di depan kelas.

"Apa yang aku pikirkan? Kenapa aku bisa ada di sini?" Rutukku menyadari sekarang aku berada di depan sebuah apartemen pinggir kota. Aku tidak mengerti tetapi kakiku membawaku kesini. Memikirkan guru itu membuatku tidak fokus. Ketika aku akan kembali pulang, tiba-tiba aku melihat sesosok yang sangat familiar sedang berjalan keluar apaprtemen untuk membeli minuman kaleng di mesin minuman yang berada di depan gedung. Dia berambut pendek tanpa poni dan mengenakan sweater serta celana panjang berwarna abu-abu. Aku memicingkan mataku demi memastikan pria itu.

"Astaga! Dia Cho Saem? Apa dia tinggal di situ?" Pekikku. Kali ini guru itu tampak berbeda 180 derajat dari biasanya. Aku bahkan hampir tidak mengenalinya karena ia melepas kacamata dan mengubah sedikit gaya rambutnya. Ketika di sekolah dia terlihat sangat rapih. Mataku terus mengikutinya hingga ia kembali masuk ke dalam apartemen. Barulah saat ia benar-benar sudah menghilang dari pandanganku, aku melangkahkan kakiku untuk kembali pulang.

***

"Selamat sore anak-anak!"

"Selamat sore, Pak!" Sore ini aku kembali bertemu dengan pelajarannya. Namun ada yang berbeda dengannya hari ini. Wajahnya tampak lebih pucat.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan." Tiba-tiba wajah Songwoo kini sudah berada tepat di sebelah wajahku. Aku memekik kaget menghadapnya.

"Aishh.. Jinjja!" Gerutuku. Namun bukannya kembali ke tempatnya ia malah menggeser bangkunya lebih dekat ke arahku.

"Kau lihat sendiri bukan wajahnya sangat pucat? Ini adalah kesempatanmu." Ucapnya dengan suara berbisik namun pandangan matanya tetap mengarah ke papan tulis.

"Mwo? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan." Balasku dengan mengernyit.

"Dasar lamban! Jika kau benar-benar menyukainya, maka kau harus memberinya perhatian!" Lanjutnya dengan nada yang sedikit lebih tinggi hingga Lee Sebyun dan Jung Minchul menoleh ke arah kami berdua.

"Jadi menurutmu aku harus bagaimana? Datang ke rumahnya dan membuatkannya makanan? Jangan bercanda Lee Songwoo!"

"Tidak! Aku serius! Sepulang sekolah hampiri dia dan berikan sesuatu padanya yang kira-kira dapat menyenangkan perasaannya."

"Kau gila? Aku tidak seberani itu!"

"Aku akan membantumu!"

Akhirnya dengan perasaan ragu aku mengikuti ide Songwoo. Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Songwoo dengan segera pergi bersama motor besarnya untuk membeli sebuah bingkisan. Sebelum Cho Saem pulang, Songwoo sudah tiba di sekolah dengan membawa bingkisan. 

"Sekarang cepat berikan ini padanya!" 

"Kau yakin? Bagaimana jika dia menolak?" Tanyaku dengan perasaan cemas. 

"Aku yakin dia pasti akan menerimanya. Cepatlah sebelum dia pulang!" 

Dengan perasaan takut aku mengetuk pintu ruangannya. Beberapa detik kemudian aku mendengar suara seseorang dari dalam yang memersilakanku untuk masuk. Aku pun segera membuka pintunya dengan perlahan. 

"Silyehamnida..." Ya Tuhan! Bahkan dengan penampilannya yang kini sudah tidak berbentuk lagi ia masih tetap saja tampan. Kasihan sekali, pasti sekarang kondisinya begitu buruk. 

"Ah, Han Hyekyul? Ada perlu apa?" Bahkan suaranya terdengr lemah, tidak seperti biasanya yang bersemangat. 

"Aniyo seonsaengnim. Aku hanya ingin... memberikan ini untuk seonsaengnim. Mohon diterima." Kataku gugup seraya menyerahkan bingkisan itu padanya. Kepalaku tetap menunduk sehingga aku tidak dapat melihat reaksinya. Aku terlalu pengecut hanya untuk sekadar menatap wajahnya. Namun kudengar ia tertawa pelan. 

"Apa ini? Kau tidak sedang berusaha menyuapku bukan?" 

"Aa.... aniyo! Aniyo! Aku tidak ada maksud apa-apa. Sungguh!" Kulihat ia kembali tersenyum kemudian mengambil bingkisan itu dari tanganku. 

"Ne, aku hanya bercanda! Tapi kenapa tiba-tiba kau memberikan ini padaku?" Sial! Sekarang aku harus menjawab apa? 

"Aku.... melihat seonsaengnim yang sejak tadi pagi terlihat pucat, kupikir seonsaengnim sedang sakit jadi aku membelikan ini untuk seonsaengnim." Bodoh! Apa yang telah kukatakan? Kini wajahnya tampak mengernyit tapi masih dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Kini aku benar-benar sudah tidak bisa menghadapinya lagi. Jadi kuputuskan untuk meninggalkan ruangannya. 

"Baiklah, kalau begitu aku harus pulang sekarang. Annyeonghaseyo.." Baru aku akan melangkahkan kakiku keluar, tangan Cho Saem sudah lebih dulu menahan tanganku. Reflek aku menghadap ke arahnya. Wajahnya kini sudah dipenuhi dengan senyum simpulnya. 

"Gomawo Han Hyekyul." Aku tersenyum kaku menanggapinya. Aku terlalu malu melihat wajahnya dalam jarak sedekat ini. Setelah selesai memberikannya bingkisan, aku segera keluar dari ruangannya dengan perasaan bahagia bercampur gugup dan aku langsung menemui Songwoo yang sedari tadi menungguku di depan ruangan Cho Saem.

"Apa kubilang? Dia menerimanya kan?" Aku tersenyum lebar menanggapi Songwoo.

"Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaanku saat ini, tapi satu hal..... AKU SANGAT SENANG!!!!!" Tak bisa kuelak lagi bahwa sekarang perasaanku sangat berbunga-bunga hingga aku berteriak tepat di telinga Songwoo.

"Aigoo! Gendang telingaku bisa rusak, bodoh!"

"Jeongmal, jeongmal, jeongmal, jeongmal gomawoyo Lee Songwoo!" Aku memeluknya singkat setelah itu aku berlari meninggalkannya sebelum Cho Saem melihat apa yang kami lakukan.

***

Tak terasa kini sudah pertengahan semester. Itu artinya seluruh murid kelas dua akan melaksanakan kegiatan tengah semester di Nami Island. Akhirnya aku bisa mencuci otakku setelah sekian lama aku terus-menerus berkutat dengan buku-buku pelajaran di sekolah.

"Hyekyul-ah! Ayo ke sini! Kau tidak ingin bersenang-senang?" Teriak Hyoji dari pantai memanggilku untuk bergabung dengannya dan yang lain untuk bermain di pantai.

"Ani! Kau saja! Aku tidak ingin pakaianku basah." Jawabku. Ia pun melanjutkan acara bermain airnya bersama teman-temanku yang lain.

Tiba-tiba dari kejauhan aku melihat sesosok tubuh tegap. Ia tampak sedang bercengkrama bersama Kim Seonsaengnim. Tanpa sadar aku tersenyum-senyum sendiri melihatnya. Padahal wajahnya ketika sedang tertawa seperti itu sangat tampan, tapi kenapa ia selalu bersikap galak ketika mengajar? Coba saja sikapnya selalu seperti ini, aku yakin pasti tidak hanya aku yang menyukainya.

Malam ini kami semua mengadakan makan malam bersama di sebuah resort kecil yang sudah sekolah kami sewa. Resort ini cukup menarik karena tempatnya yang cukup tinggi sehingga kita semua dapat melihat keindahan alam dari atas sini. Aku yakin aku akan menjadi perempaun paling bahagia jika dapat makan malam di sini bersama seseorang yang kucintai, karena  sungguh tempat ini begitu romantis.

"Pemandangannya indah sekali ya?" Aku terkejut begitu mengetahui Cho Saem kini telah berada di sampingku dengan membawa segelas kecil cola.

"Eo? Seonsaengnim? Ne... pemandangannya sangat menarik." Timpalku. Ia tetap saja menatap lurus ke arah pegunungan di depan kami sambil menyandarkan kedua tangannya yang sedang membawa gelas cola ke pagar kayu yang tengah kugunakan juga untuk bersandar. Aku memerhatikan wajahnya yang sedang terkagum-kagum itu.

"Apakah aku setampan itu sampai-sampai kau selalu menatap wajahku?" Kini wajahnya menoleh ke arahku dengan tersenyum. Aku seperti orang bodoh sekarang. Apakah sikapku begitu jelas?

"Aku ... tidak mengerti maksud seonsaengnim." Jawabku kaku. Jujur saja, aku sedikit tidak mengerti apa yang ia bicarakan. Mengapa ia tiba-tiba bertanya seperti itu?

"Aku sering mendapatimu sedang memerhatikan wajahku ketika aku mengajar. Awalnya kupikir kau memerhatikan pelajaranku, tetapi jika seperti itu seharusnya nilaimu baik tetapi kenyataannya kau selalu mendapatkan nilai jelek dalam pelajaranku. Jadi kupikir selama ini kau hanya memerhatikan wajahku saja." Jelasnya panjang lebar yang sukses membuatku ternganga. Memang tidak salah dia menjadi seorang guru. Pria ini sungguh jenius. Bahkan tebakannya sangat tepat.

"Eo... mmm.... aku ... jadi menurut seonsaengnim aku seperti itu?" Balasku dengan ragu. Kulihat ia menggaruk tengkuknya.

"Ya.. mm... entahlah. Kurasa tebakanku salah. Mungkin nilaimu yang seperti itu karena kau kurang beruntung saja. Mianhae... aku asal berbicara." Apakah aku baru saja melihat Cho Saem salah tingkah? Kenapa tiba-tiba ia jadi gugup seperti itu?

"Baiklah, kalau begitu aku akan berkumpul dengan guru-guru yang lain. Annyeong!"

"Ne.." Mendadak aku menjadi ikut salah tingkah karena ucapan Cho Saem barusan. Pria itu, hanya dia satu-satunya guru yang dapat membuatku jadi seperti ini.

***

Hari ini adalah saat di mana kami semua diberi tugas oleh Mr. Lee untuk mewawancarai turis asing dengan Bahasa Inggris. Ini akan menjadi nilai tugas Bahasa Inggris semester 2. Aku sangat gugup, ini adalah pertama kalinya aku berbicara dengan orang asing menggunakan bahasa asing pula.

"Bagaimana wawancaramu?"

"Untungnya berjalan lancar. Kau?"

"Tentu saja! Tidak perlu ditanya lagi, seorang Lee Songwoo adalah pembicara ulung!" Aku mendesis mendengar jawaban sahabatku yang satu ini.

"Ya! Lihatlah!" Aku mengikuti arah kepala Songwoo. Yang kulihat sekarang adalah Hyoji yang sedang duduk di samping Cho Saem. Kurasa ia sedang bertanya mengenai tugas Bahasa Perancis.

"Wae?"

"Kurasa kau memiliki saingan sekarang." Aku melirik sinis Songwoo yang justru tertawa puas.

"Kau ini bicara apa? Hong Hyoji juga sahabatku! Tidak mungkin dia seperti itu!"

"Sahabat terselubung?" Aku memajukan bibirku melihat dirinya yang kini tersenyum simpul. Songwoo benar. Hyoji bukanlah benar-benar sahabatku karena yang paling mengetahui rahasiaku hanyalah Songwoo. Hyoji bahkan tidak tahu bahwa aku menyukai Cho Saem. Entahlah, tapi rasanya aku lebih nyaman berteman baik dengan laki-laki dari pada perempuan. Menurutku perempuan itu menyeramkan. Ia bisa sangat manis di depan orang yang ia benci tetapi di belakang ternyata menusuk.

"Jika kau tidak ingin ia diambil oleh siapa pun, maka kau harus berusaha mendapatkannya! Jangan sampai ia terlepas!" Aku terus merenungi ucapan terakhir Songwoo itu. Dan sialnya aku mulai tersugesti oleh kata-kata Songwoo. Memikirkan semua ini bisa membuatku gila.

Setelah seminggu berada di Nami Island, akhirnya sekarang kami semua kembali pulang ke Seoul. Dengan tergopoh-gopoh aku memasuki rumahku karena banyaknya barang yang kubawa dari pulau itu. Dan sekarang kami sudah harus kembali sekolah, menjalani aktifitas normal lagi. Ah, sangat membosankan.

"Hei! Kudengar hari ini Cho Saem tidak mausk."

"Jinjja? Wae geurae?"

"Kudengar ia sedang sakit, jadi hari ini pelajaran Bahasa Perancis kosong! Yeeaayyy!!!"

Mwo? Cho Saem sakit? Apa mungkin ia terlalu lelah sehabis dari Nami Island? Aigoo, kenapa aku jadi panik seperti ini?

"Kau dengar sendiri kan?" Lagi-lagi Songwoo sudah duduk di sebelahku dan mengejutkanku.

"Ne. Lalu aku harus apa lagi?" Balasku ketus.

"Kau masih bertanya? Tentu saja kau harus menjenguknya!"

"Maksudmu ke apartemennya? Kau benar-benar sudah gila! Kali ini idemu sungguh tidak masuk akal!" Protesku.

"Wae? Bukankah kau bilang kau pernah melihat apartemennya? Seharusnya kau memanfaatkan pengetahuanmu itu! Jangan sampai orang lain mengetahuinya dan mendahuluimu!"

"Geundae..."

"Nanti malam aku akan mengantarmu!" Lagi-lagi aku belum selesai berbicara ia sudah meninggalkanku begitu saja.

Malam akhirnya tiba dan sekarang aku sudah berada di depan apartemennya. Aku bertanya pada seorang resepsionis di mana kamar Cho Saem. Setelah mendapatkan nomor kamarnya aku segera bergegas dengan membawa berbagai macam buah-buahan. Dengan ragu aku menekan tombol bel yang terletak di sebelah pintu kamarnya. Setelah menunggu beberapa lama, terlihatlah sesosok pria yang keadaannya sudah sangat parah. Lebih kacau dari terakhir kali aku menemuinya.

"Seonsaengnim.." gumamku. Kulihat ia sedikit terkejut dengan kedatanganku yang mendadak ini.

"Han Hyekyul? Apa yang kau lakukan di sini?" Suaranya terdengar parau.

"Ah, aku membawakan ini untuk seonsaengnim." Jawabku seraya mengangkat kantong plastik berisi buah-buahan itu ke hadapannya kemudian ia memersilakanku untuk masuk.

"Bagaimana kau tahu apartemenku?"

"Tadi... aku sedang mengunjungi apartemen temanku lalu aku dengar Cho Saem tinggal di sini juga jadi aku mencoba bertanya pada resepsionis dan ternyata benar." Dustaku sambil mengembangkan senyuman.

"Jadi begitu. Kau ingin minum apa?" Tanyanya sambil berjalan menuju dapur.

"Sebenarnya tidak perlu, tapi....." Ucapanku terhenti ketika mendengar suara gelas yang terjatuh.

"Omo!" Aku segera berlari menyusul Cho Saem. Betapa terkejutnya aku melihat seonsaengnim yang sudah tersungkur di lantai bersama pecahan gelas. Aku langsung mengangkat tubuh beratnya itu dan merebahkannya di kasur. Aku mencium bau anggur di mulutnya. Jadi dia mabuk?

"Aigoo, seonsaengnim. Kenapa minum jika sedang sakit?" Ujarku panik dan berniat menuju dapur untuk mengambilkan air kelapa namun langkahku terhenti ketika tangan besarnya menggenggam tanagnku.

"Kajima!" Ujarnya lirih dengan matanya yang steengah terpejam.

"Seonsaengnim, aku hanya ingin mengambilkan air kelapa untukmu."

"Aku tidak butuh air kelapa! Aku hanya butuh kau!" DEGH!!! Rasanya darahku berhenti mengalir dan jantungku berpacu dua kali lebih cepat. Apa yang baru saja ia katakan?

"Ne?"

"Tetaplah di sini." Akhirnya aku pun luluh dan memutuskan untuk menemaninya hingga terlelap. Genggamannya di tanganku begitu erat hingga aku tidak sanggup pergi kemana-mana. Aku mencoba mengirim sebuah pesan pada Songwoo agar tidak menungguku.

Keesokan paginya, aku hampir datang terlambat karena aku berada di apartemen Cho Saem hingga larut sehingga aku bangun kesiangan. Hal itu tentu membuat curiga Lee Songwoo.

"Katakan padaku apa yang kau lakukan di apartemen Cho Saem kemarin?" Tanya Songwoo dengan nada menyelidik.

"Kurasa kemarin itu dia tidak sakit. Tapi mabuk! Ia memaksaku untuk tetap berada di apartemennya hingga ia tertidur. Aku sampai bingung dengan sikapnya yang aneh itu."

"Jinjja? Tidak ada hal lain?"

"Menurutmu aku perempuan apa?" Sentakku padanya

"Santailah! Aku kan hanya bertanya!"

"Tapi pertanyaanmu itu menyinggungku!"

Setelah bel masuk berbunyi, aku segera berjalan menuju kelasku. Ketika aku melewati ruang guru tak sengaja aku berpapasan dengan Cho Saem. Ia menatapku dan kami menghentikan langkah kami sejenak. Ia tersenyum padaku setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya begitu pun aku.

Sial! Kenapa hari ini harus turun hujan? Jika begini aku tidak bisa pulang dan terpaksa harus menunggu hujan reda. 

"Ya! Han Hyekyul!"

"Ah, untung ada kau Lee Songwoo! Tolong antarkan aku pulang, jebal..." rengekku padanya.

"Enak saja! Aku ke sini ingin memberitahumu bahwa hari ini Jung Ahyoon akan menyatakan cinta pada Cho Saem, jadi kau harus lebih dulu daripada dia! Jangan sampai Cho Saem jatuh ke pelukan Ahyoon! Annyeong!"

"Ya! Lee Songwoo!!" Belum selesai bicara aku sudah ditinggalnya lagi. Apakah benar Jung Ahyoon akan menyatakan cinta pada Cho Saem? Jadi ternyata tidak hanya aku yang mengagumi guru itu?

Ketika sedang berpikir keras, tiba-tiba sebuah motor sport putih sudah berhenti di hadapanku. Orang yang mengendarainya langsung membuka kaca helmnya.

"Cepat naik!"

"Eo? Seonsaengnim... geundae...."

"Cepat naik! Aku akan mengantarmu!" Akhirnya aku menaiki jok belakang motornya smabil mengenakan jas hujan miliknya.

"Ramalan cuaca hari ini akan hujan badai. Jadi pegangan yang erat karena aku akan mengebut!" Cho Saem langsung melajukan motornya dengan kecepatan tingi. Aku hampir saja terjatuh bila aku tidak cepat-cepat berpegangan padanya.

Kami berdua menerobos derasnya hujan yang disertai dengan angin kencang.  Namun akhirnya kami sampai di apartemen seonsaengnim dengan selamat.

"Kurasa percuma saja mengenakan jas hujan." Gurauku menyadari bahwa sekarang tubuhku sudah basah kuyup.

"Tapi setidaknya kau telah memenuhi syrat untuk dapat menaiki motor, bukan?" Balasnya juga dengan tertawa. 

"Maaf aku membawamu ke sini. Tidak mungkin aku mengantarmu pulang sedangkan tadi di perjalanan hujan sudah mulai dibarengi dengan angin kencang." 

"Gaencanha. Seharusnya aku berterimakasih pada seonsaengnim." 

Kami beruda pun memasuki apartemennya setelah itu ia memersilakanku untuk duduk di sofa coklatnya.

"Duduklah. Aku akan mengambilkanmu baju ganti."

Setelah bergnati pakaian kami pun mengobrol di ruang tamu sambil sesekali bercanda. Ia benar-benar orang yang menyenangkan ternyata.

"Seonsaengnim... maaf sebelumnya jika aku lancang, tapi... kenapa kemarin seonsanegnim mabuk?" Tanyaku pada akhirnya.

"Kau benar-benar ingin tahu?" Selidiknya. Aku mengangguk pelan.

"Baiklah. Ayahku sedang mengalami sakit keras dan ibuku bersi kukuh ingin menjodohkanku dengan wanita pilihannya karena permintaan ayahku hanya satu, yaitu bisa melihatku di pelaminan sebelum ia meninggal namun masalahnya aku ingin mencari wanitaku sendiri." Aku mengangguk-angguk mengerti mendengar ceritanya. Jadi itu sebabnya ia selalu terlihat lesu?

"Lalu apakah sekarang seonsaengnim sudah mendapatkannya?"

"Apakah menurutmu aku akan tetap mabuk jika aku sudah mendapatkannya?" Aku tertawa lebar mendengar jawabannya. Kasihan sekali Cho Saem. Kalu begitu aku harus bisa membuatnya jatuh cinta padaku. Aku harus membuktikan padanya bahwa aku adalah takdirnya. Aku akan mengutarakan perasaanku sekarang.

"Begini, sebenarnya.... aku... emmm... bagaimana ya mengatakannya?" Kulihat Cho Saem masih setia menunggu kelanjutan kalimatku dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Sebenarnya... aku menyukai Cho Saem. Aku sudah lama memerhatikan seonsaengnim. Jadi tebakan seonsaengnim waktu itu memang benar 100 persen. Aku sangat menyukai seonsaengnim." Akhirnya kalimat ini bisa keluar dari mulutku. Kulihat senyum lebarnya tergantikan dengan senyum datarnya. Oh, apakah ini artinya ia menolakku? Tapi bukankah memang itu prediksiku sejak awal?

"Lalu?"

"Lalu... ya... bagaimana menurut seonsaengnim?" Tanyaku kikuk.

"Bagaimana apanya?"

"Ah... seonsaengnim, jangan membuatku bingung!"

"Aku tidak membuatmu bingung." Baiklah. Guru ini malah membuatku naik pitam. Apakah dia sengaja mempermainkanku?

"Oke! Seonsaengnim tahu kan aku ini perempuan. Aku tidak mungkin mengatakannya sefrontal itu yang aku yakin seonsaengnim pasti sudah tahu maksudku." Kulihat ia mengembuskan nafas panjang.

"Mungkin aku bisa menjadi wanita pilihan seonsaengnim."

KYAAA!!!!!! Tidak kusangka ternyata seonsaengnim mau menerimaku. Aku tidak percaya! Ini seperti sebuah mimpi. Aku harus menceritakan ini pada Songwoo.

Setelah lama mengobrol di apartemen Cho Saem, aku pun kembali pulang. Sebelum keluar dari apartemen, Cho Saem menahanku sejenak.

"Karena sekarang kau adalah yeoja chinguku, jadi aku akan mengajarimu Bahasa Perancis supaya nilaimu itu bisa meningkat!" Ujarnya sambil mengacak rambutku.

"Ne.. seonsaengnim. Mohon bimbingannya.." Gurauku seraya membungkukkan tubuh padanya. Kami tertawa bersama.

"Baiklah, kalau begitu aku pulang. Annyeong!" Baru aku melangkahkan satu kakiku tiba-tiba saja tubuhku diputar kebalakang kembali kemudian Cho Saem memelukku erat. Aku sangat terkejut dengan sikapnya yang tiba-tiba ini. Jujur, sekarang jantungku benar-benar tak karuan.

"Gomawo.."

"Untuk apa, saem?"

"Karena telah menyukaiku." Ia pun melepaskan pelukannya dan menatapku sejenak. Semakin lama wajahnya semakin dekat denganku. Huft! Ternyata ia hanya ingin mencium keningku.

"Sudah sana pulang!"

"Ne.. Annyeong!"

"Annyeong!"

Malam ini aku pun kembali pulang dengan perasaan yang tidak dapat kuungkapkan hingga kedua orangtuaku keheranan melihat putri semata wayangnya ini yang tiba-tiba tersenyum-senyum sendiri.

***

Pagi ini Cho Saem tidak seperti biasanya. Jika biasanya di setiap pelajarannya aku akan selalu ditegur olehnya, sekarang justru ia selalu melemparkan senyuman padaku. Ah, senangnya.

"Hyekyul-ah, kenapa hari ini dia tidak menegurmu? Apa kalian sudah..." Bisik Songwoo tepat di sebelahku.

"Sstttt!! Ne! Kau benar!"

"MWO?????" Pekikan Songwoo membuat Cho Saem menoleh ke arahnya.

"Ada apa Lee Songwoo?"

"Eh.. ani, saem." Aku tertawa geli melihatnya ketakutan. Sekarang kau harus berganti merasakan rasanya menjadi diriku, Lee Songwoo! Hahahaha.


"Selamat siang, seonsaengnim..." sapaku ketika aku memasuki ruangannya. Ia tampak terkejut.

"Hyekyul, apa yang kau lakukan? Bagaimana jika ada yang melihat?" Ujarnya seperti orang ketakutan.

"Wae? Memangnya kenapa? Aku kan tidak melakukan apa-apa. Aku hanya ingin memberikan makan siang padamu." Aku pun menyerahkan sebuah kotak makan padanya dan ia langsung membukanya.

"Aku membuatnya sendiri, khusus untuk guru Bahasa Perancisku."

"Wah, gomawo. Kau benar-bnar murid teladan." Kami berdua tertawa dan aku pun menghabiskan istirahatku dengan makan siang bersama di ruangannya.

***

Sudah seminggu ini aku menjalin hubungan rahasia dengan Cho Saem. Perbedaan usia 9 tahun tidak menjadi penghalang bagi kami berdua. Namun kenapa selama satu minggu ini aku belum pernah mendapat ucapan 'Saranghae' dari mulutnya? Apakah ia tidak benar-benar menerimaku sebagai yeoja chingunya?

"Wahhh apa ini?"

"Wah wah wah... ini sunguh keterlaluan!"

"Iya! Ini sangat memalukan!" Aku melihat kerumunan murid-murid yang sedang sibuk mengoceh melihat papan mading. Karena penasaran aku mencoba untuk mencari tahunya.

"Permisi.. permisi.." Aku membelah kerumunan orang-orang ini hingga akhirnya aku dapat melihat apa isi mading itu.

Betapa terkejutnya aku melihat beberapa fotoku bersama Cho Saem tertempel di mading ini. Ini foto di mana Cho Saem sedang memelukku waktu aku akan pulang dari apartemennya. Sial! Siapa yang telah berani-beraninya mengambil gambar kami?

"Hyekyul! Kau berpacaran dengan Cho Saem?" Pekik Hyoji yang kini sudah berada di sebelahku.

"Tidak! Kenapa foto-foto ini ada di sini?" Dengan panik aku mengambil semua foto-foto itu dan membawanya pergi tanpa menghiraukan pertanyaan Hyoji. Semua murid yang ada menatapku jijik bahkan ada yang menggunjingku.

Ketika aku sedang berlari, tanpa sengaja aku menabrak tubuh seseorang hingga membuat foto-foto yang kubawa berserakan di lantai. Aku melihat orang itu yang ternyata adalah Cho Saem.

"Seonsaengnim..." akhirnya aku tidak dapat membendung air mataku lagi. Aku berharap ia akan menenangkanku namun yang ada justru ia menatapku datar dan setelah itu meninggalkanku begitu saja bahkan tanpa membantuku berdiri. Aku bertambah menangis diperlakukan seperti ini.

"Ayo bangun!" Tiba-tiba seseorang membantuku berdiri.

"Lee Songwoo!" Aku langsung memeluknya begitu tahu bahwa Songwoo lah yang membantuku.

"Tenanglah! Kita bisa selesaikan masalah ini dengan kepala dingin." Ujarnya seraya menepuk-nepuk punggungku.

Malam ini aku berkunjung ke rumah Songwoo karena tidak mungkin aku akan menangis di hadapan orang tuaku.

"Sekarang aku harus bagaimana? Semua orang sudah tahu bahwa aku dan Cho Saem berpacaran. Aku sangat malu." Kututupi wajahku dengan kedua tanganku.

"Dan yang paling membuatku sedih adalah dia bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun padaku. Aku takut dia marah dan memutuskan hubungan kami."

"Sekarang masalahnya adalah bagaimana jika sampai berita ini menyebar ke orang tuamu? Bisa-bisa kau dikeluarkan dari sekolah." Tangisku bertambah kencang mendengar jawaban Songwoo yang sama sekali tidak membangun itu.

"Aigoo! Baiklah.. aku akan membantumu sebisaku."

Hari ini aku menjalani rutinitas sekolahku dengan tidak bersemangat. Rasanya aku seperti ingin mati saja.

"Han Hyekyul, kau dipanggil ke ruang kepala sekolah." Oh Tuhan! Apakah sekarang saatnya?

Kini aku sudah berada di dalam ruang kepala sekolah bersama Cho Saem. Suasana begitu tegang. Hanya terdengar suara jarum jam yang terus berjalan.

"Perbuatan kalian ini sungguh memalukan! Apa kata orang jika seorang guru yang seharusnya memberikan contoh yang baik justru memacari muridnya sendiri. Oh, aku bahkan baru kali ini mendapat masalah yang seperti ini selama 12 tahun aku bekerja sebagai seorang kepala sekolah!" Kami berdua hanya mampu menunduk takut mendengar gelegar amarah Ibu Kepala Sekolah.

"Cho Seonsaengnim! Kenapa anda melakukan hal seperti ini? Usia kalian bahkan terpaut jarak yang cukup jauh! Anda pengidap pedophilia?" Sentaknya lagi. Rasanya aku ingin menangis sekarang melihat Cho Saem dibentak-bentak seperti ini. Semua ini adalah salahku.

"Joisonghamnida.."

"Dan kamu Nona Han Hyekyul! Mau jadi apa kamu jika masih SMA saja kelakuanmu sudah seperti ini?" Aku hanya bisa terus berdiam diri bahkan hanya untuk sekadar mengatakan maaf pun aku tak sanggup.

"Cho Seonsaengnim, jika anda masih ingin tetap bekerja di sini maka anda harus menghentikan semua permainan konyol ini. Saya beri anda surat peringatan! Jika anda mengabaikan masalah ini dan mengulanginya lagi, anda akan dipecat dari sini." Ucapnya tegas seraya menyerahkan sebuah surat peringatan pada Cho Saem.

"Dan kamu Han Hyekyul! Berikan surat panggilan ini untuk orang tuamu jika kau masih ingin tetap bersekolah di sini."

Sungguh, hatiku serasa remuk. Jadi beginikah akhir cerita cintaku? Padahal kami baru seminggu menjalin hubungan namun sudah harus berpisah seperti ini? Apakah salah mencintai gurunya sendiri? Aku tidak percaya, sekolah ini tidak menghargai hak para muridnya.

"Hyekyul-ah... kurasa kita harus berpisah." Aku menangis mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Cho Saem.

"Jika kau benar-benar mencintaiku, seharusnya kau rela melakukan apa pun demi mempertahankannya. Tapi kelihatannya aku salah. Seharusnya aku tahu bahwa dari awal kau tidak pernah benar-benar mencintaiku. Baiklah.. sekarang aku mengerti." Aku meninggalkan Cho Saem yang menatapku sendu. 

Sekarang tidak ada lagi cinta, tidak ada lagi pacaran! Sekarang aku tidak peduli dengan segalanya, yang harus kulakukan sekarang hanyalah bagaimana caranya supaya aku dapat naik kelas dan segera lulus kemudian pergi jauh dari sekolah ini yang sudah banyak meniggalkan kenangan pahit untukku.

1 year later...

"Wow! Cukha Han Hyekyul! Tidak disangka jerih payahmu selama ini membuahkan hasil yang sangat memuaskan!"

"Ne! Gomawo Songwoo. Aku juga tidak akan berhasil tanpa bantuanmu." Sekarang kami semua sudah lulus dan kami baru saja melangsungkan perpisahan. Tidak kusangka perjuanganku selama satu tahun ini benar-benar memuaskan. Aku berada pada tingkat 7 paralel satu angkatan. Itu sangat menakjubkan.

"Cukha, Han Hyekyul! Akhirnya kau lulus!" Aku terkesiap ketika tiba-tiba seseorang telah berada di belakangku.

"Ups! Sepertinya aku ada urusan dengan Hyoji! Aku duluan Hyekul-ah!" Sial! Songwoo malah meninggalkanku bersama guru Bahasa Perancis ini.

"Eum... ne. Kamsahamnida, seonsaengnim." Jawabku kaku. Aku masih belum bisa melupakan kejadian waktu itu.

"Han Hyekyul. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu."

"Mengatakan apa?" Kulihat ia mengembuskan nafas berat sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Aku tahu kau pasti masih sakit hati soal kejadian waktu itu. Tapi tidakkan masih terbuka sedikit saja hatimu untukku?" Apa yang baru saja ia katakan? Apakah ia baru saja menyatakan cinta padaku?

"Tapi seonsaengnim.... bukankah.."

"Sekarang kau sudah lulus, jadi tidak ada alasan lagi untukku melepaskanmu bukan?" Aku menatapnya ragu. Apakah ia mengatakannya dengan sungguh-sungguh? Baru saja aku ingin berbicara lagi, tiba-tiba sebuah kain besar di atas panggung terbuka lebar dan tampaklah sebuah kalimat..

'Han Hyekyul, Nan Neomu Saranghae'

Aku menutup mulutku tak percaya. Sekarang seluruh murid di aula tengah menyorakiku. Aku manatap Cho Saem haru.

"Apakah sekarang kau sudah yakin untuk kembali padaku?" Dengan mengeluarkan air mata haru aku menjawabnya, "Tentu saja!" Aku langsung memeluknya dan ia membalasku. Semua orang yang ada di aula ini menyoraki kami berdua. Aku sungguh sangat bahagia. 

Sekarang aku merasakan satu hal yang selama ini selalu kucibir, bahwa ternyata cinta itu memang tidak pernah memandang apa pun. Love is blind. Bahkan aku mencintai guru yang selalu memarahiku dan mempermalukanku di depan kelas. Tapi apa mau dikata jika sudah cinta? Hahaha.

Bagaimana bisa aku mencintaimu, guru?

-Epilouge-

"Hyekyul-ah, maukah kau ikut bersamaku ke Paris?"

"Mwo? Paris? Itu impianku sejak dulu!"

-FIN-


Posted via Blogaway

Friday 12 July 2013

Cocoa Macchiato (Part 6 - end)

Author : Haepi Hun
Title : Cocoa Macchiato
Cast : - Do Kyungsoo/D.O (Exo-K)
          - Park Saehee (My sister/readers)
          - Kim Heechul (Super Junior)
Other Cast : - Ga Jaedong (OC)
                    - Poong Sanjin (OC)
                    - Moon Heejun (H.O.T) [Become Do Heejun for a while]
                    - Yang Seungho (Mblaq) [Become Do Seungho for a while]
                    - Kang Miyoon (OC)
                    - Choi Sunghee/Bada (S.E.S)
                    - Cho Kyuhyun (Super Junior)
                    - Lee Sungmin (Super Junior)
                    - Huang Zitao (Exo-M)
                    - Lee Taemin (SHINee)
                    - Lee Chanhee/Chunji (Teen Top)
                    (Rest you can find by yourself ^^) 
Rating : T
Genre : Romance, Family, Life, Friendship
Length : Chapter
__________________________________________________



_________________________________________________________________________________

'Author POV'

"Hyung... kau mau ke kantor?" Kyungsoo memerhatikan kakak kandungnya yang tengah mengenakan dasi lewat pantulan cermin.
"Ne. Wae? Kau mau pergi?" Kyungsoo tersenyum lebar menjawab pertanyaan kakakknya itu. Maklum saja, tadi malam setelah mengantar Saehee pulang tiba-tiba saja mobilnya mogok dan harus masuk ke bengkel selama seminggu. Jadilah kini ia bergantung dari mobil kakaknya.
"Pukul berapa?"
"Yah, mungkin sore. Sekitar pukul 4." Seungho mengangguk mengerti.
"Geurae. Nanti aku juga pulang pukul 4." Setelah menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba terdengar bunyi gaduh dari tangga kemudian seseorang membuka pintu kamar Seungho dengan kasar.
"Eomma? Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" Gerutu Kyungsoo setelah mengetahui ternyata orang itu adalah Choi Sunghee, ibunya. Wajah Sunghee terlihat pucat dan sedikit berpeluh.
"Cepat ke rumah sakit sekarang! Sesuatu terjadi pada ayah kalian!"
"MWO???"



~Cocoa Macchiato~




Peluh tak henti-hentinya bercucuran dari tubuh kedua anak lelaki itu. Rasa khawatir mereka mengalahkan segalanya termasuk lelah mereka. Keluarga Do tersebut kini tengah menunggu dengan cemas di depan ruang UGD. Memikirkan kemungkinan terburuk bagi sang kepala keluarga.

Seorang pria tua berjas putih dengan helaian rambut yang hampir habis tampak keluar dari ruangan yang sedang dinanti-nanti oleh keluarga itu. Langsung saja mereka semua menyerbu lelaki tua itu.

"Eottohkeyo uisanim?"
"Apakah ayah kami baik-baik saja?"
"Bagiamana keadaannya?" Tanya ketiga orang itu berurutan dengan raut wajah khawatir yang tidak dapat mereka sembunyikan.
"Antibodi Tuan Do terlalu banyak menyerang sel-sel darah merahnya. Tapi kami sudah memberikan transfusi darah untuk Tuan Do dari seorang baik hati yang kemarin mau mendonorkan darahnya. Dan ada satu kabar buruk yang harus kami sampaikan," dokter itu tampak menggantungkan kalimatnya dengan wajah menyesal.
"Tuan Do harus rutin cuci darah karena kami baru saja memeriksa bahwa terjadi kerusakan pada ginjalnya." Sunghee menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tak percaya apa yang baru saja ia dengar dari mulut orang yang telah berjasa untuk kesehatan umat manusia itu.
"Dia gagal ginjal?" Dokter itu hanya mampu menepuk bahu Sunghee pelan.
"Sekarang mari ikut saya. Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan mengenai Tuan Do." Sunghee dan kedua putranya tersebut mengikuti sang dokter. Perasaan Kyungsoo semakin kalut. Ia takut jika harus kehilangan ayahnya dalam waktu cepat.


~***~


Seorang yeoja tampak tengah menunggu seseorang di sebuah kursi bar sambil sesekali memutar gelas Macchiato-nya. Ini sudah yang kesekian kalinya ia menghela nafas panjang. Yeoja itu sudah datang sejak jam 4 sore padahal pekerjaannya dimulai pukul 6 sore. Ia sengaja melakukannya untuk menunggu seseorang namun ternyata hingga sekarang orang yang ditunggunya tak kunjung datang.


"Hei, tumben kau sudah datang? Ini kan baru jam 4?" Saehee sontak menoleh ketika suara berat Kyuhyun mengejutkannya.

"Eh? Kapjakkiya!" Kyuhyun hanya tersenyum lalu menempatkan dirinya di sebelah Saehee.
"Menunggu Kyungsoo?"
"Eh?" Kyuhyun hanya menyunggingkan sebelah sudut bibirnya menanggapi reaksi gadis di sebelahnya.
"Kenapa harus Kyungsoo?"
"Oh, ayolah. Semua juga tahu bahwa kau dan Kyungsoo sangat dekat." Saehee tersipu meskipun senyuman tak tampak di wajah berlesung pipinya.

Tak lama kemudian seseorang berjas putih dan bercelana jeans masuk kemudian menghampiri kedua orang itu. Saehee secara otomatis mengembangkan senyumnya kala bertatapan dengan orang itu.

"Saehee, aku punya kabar baik untukmu." Mata Saehee tampak berbinar mendengar ucapan pria itu. Sama seperti yeoja di sebelahnya, Kyuhyun pun nampak antusias ingin mendengar berita baik itu meskipun kabar itu tidak ditujukan padanya.
"Kau tahu? Agensi YG Entertainment mengajakmu untuk bekerja sama. Kau akan menjadi musisi terkenal, Park Saehee." Seketika raut wajah ketiganya berubah gembira. Saehee menautkan kesepuluh jarinya dengan wajah berbinar.
"Jinjjayo, Heechul oppa? Kau tidak sedang bercanda kan?"
"Kau pikir aku setega itu padamu?" Gadis itu pun menoleh ke arah Kyuhyun yang juga tengah menatapnya gembira. Sangat kentara kebahagiaan di wajahnya yang tidak dapat ia tutupi.
"Tapi bagaimana bisa? Maksudku, YG adalah agensi besar. Bagaimana mungkin mereka dapat  mengetahuiku?" Heechul dan Kyuhyun saling bertatapan dengan senyuman tersungging indah di bibir keduanya.
"Semua itu mungkin jika ada dia." Kyuhyun menggantungkan tangan kanannya pada bahu Heechul dengan deretan gigi putihnya yang ia pamerkan di hadapan Saehee.
"Besok malam kau bisa datang menemui sahabatku. Si pemilik agensi. Akan kuantar kau ke sana." Wajah bahagia Saehee mendadak luntur tergantikan raut wajah bingung dan khawatir.
"Apakah tawaran ini hanya untukku saja?"
"Sayangnya iya." Jawab Heechul cepat dengan raut wajahnya yang sama dengan Saehee. Ia tahu kemana arah pembicaraan gadis itu dan ia sudah bisa menebak sebelumnya.
"Maaf. Kurasa Jaedong dan Sanjin tidak bisa ikut." Saehee hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti dengan perasaan kecewa.
"Gwaencanha. Yang penting mereka masih bisa bekerja di sini kan?" Gadis itu tersenyum datar menanggapi ucapan Kyuhyun.

'Author POV end'


'Saehee POV'


Oh, ini sungguh seperti mimpi. Aku bahkan dengan bodohnya menginjak kakiku sendiri untuk memastikan apakah aku benar-benar sadar. Aku tentu akan menjatuhkan harga diriku jika mencubit atau menampar pipiku sendiri di hadapan kedua namja ini hanya untuk meyakinkan diriku bahwa ini semua bukan mimpi.


Tapi bagaimana dengan Sanjin dan Jaedong? Apakah aku harus menolak tawaran ini demi kesetiakawananku pada mereka?


"Sanjin-ah.. menurutmu bagaimana jika kita– tidak bisa bersama-sama lagi?" Aku merutuki diriku sendiri. Ini permulaan yang buruk.

"Apa maksudmu?"
"Aku– Kau tahu agensi YG Entertainment? Mereka menawariku untuk bekerja sama dengan mereka." Akhirnya aku dapat mengatakan ini pada Sanjin. Tapi kenapa rasanya hatiku sakit melihat wajahnya yang berbinar itu?
"Jinjja? Itu bagus! Berarti kita akan menjadi musisi terkenal." Oh, aku benar-benar sedih sekarang melihat keantusiasannya. Bagaimana aku mengatakannya?
"Tapi–" Aku bisa melihat raut wajah Sanjin yang ikut berubah seiring nada bicaraku yang menggantung. Apakah aku harus mengatakannya sekarang? Tapi kupikir ia sudah mengerti arah pembicaraanku.
"Oh. Hanya kau?" Tuhan, tampar aku sekarang. Aku tidak sanggup melihatnya melunturkan senyum bahagianya yang tadi sempat terukir di wajah cantiknya. Aku merasa seperti seorangpemberiharapanpalsu sekarang. Wajahnya kini menampakkan senyumnya lagi. Tapi entahlah, seperti bukan senyum kegembiraan.
"Kau harus cepat menerima tawaran itu jika kau tidak ingin mereka berpaling pada orang lain."
"Mwoya?"
"Aku dan Jaedong akan selalu mendukungmu Park Saehee." Kali ini ia menggenggam tanganku erat. Kulihat bulir-bulir kristal bening di pelupuk matanya yang ia tahan-tahan suapaya tidak terjatuh melewati pipinya.
"Tapi– kau lupa misi kita datang ke sini?" Ujarku berusaha mengingatkannya namun ia menggeleng seraya menghapus air mata yang –akhirnya– mengalir di wajahnya.
"Lupakan misi itu! Sekarang masa depan indahmu ada di depan mata! Masa depanku, masa depanmu, dan masa depan Jaedong berbeda. Mungkin kali ini kau yang lebih dulu maju." Kami berdua mengembangkan senyum lebar. Bagaimana bisa aku mendapatkan seorang sahabat sepertinya?
"Dan aku yakin suatu saat nanti giliranku dan Jaedong yang akan menyusulmu." Segera kupeluk dirinya yang sudah berlinang air mata. Aku tahu dan sangat tahu kehidupan seorang musisi di agensi terkenal seperti YG Entertainment akan sangat melelahkan dan hampir tidak dapat bertemu dengan keluarga apalagi teman. Aku akan menghabiskan waktuku bersama para sahabatku untuk terakhir kalinya sebelum aku akan sulit bertemu dengan mereka.



***

Oh, sungguh. Aku harus benar-benar berterimakasih pada Heechul. Berkat dirinya yang diam-diam mengambil videoku yang sedang bermain saxophone, kini aku telah resmi menjadi bagian dari YG Entertainment. Namun ada yang ganjal beberapa hari terakhir ini. Aku tidak pernah melihat Kyungsoo lagi. Apakah sekarang dia sedang sibuk mengurus kuliahnya?

"Heechul oppa, kenapa akhir-akhir ini aku tidak pernah melihat adik sepupumu lagi?" Ada apa dengannya? Kenapa ketika aku bertanya mengenai Kyungsoo ia langsung begitu saja tersedak. Tidak hanya dia, bahkan Chunji, Tao, dan Taemin pun melakukan hal yang sama ketika aku menanyakan tentang sahabat mereka itu.
"Dia– Mungkin sedang sibuk dengan skripsinya sekarang."
"Mungkin?" Kuulang kalimatnya. Bagaimana mungkin dia hanya memperkirakan keadaan adik sepupunya itu sedangkan ia sendiri tinggal satu atap dengannya.
"Ya. Aku tidak tahu pasti keadaannya. Ah iya, kau belum tahu. Aku sudah membeli rumah sendiri sekarang dan aku sudah tidak tinggal bersama lagi dengan Kyungsoo."
"Jinjja? Sejak kapan? Kenapa kau tidak memberi tahuku?"
"Tiga minggu yang lalu. Mianhae. Aku begitu sibuk dengan coffee shop akhir-akhir ini." Astaga. Sudah selama itu kah aku tidak bertemu dengan Kyungsoo? Apakah kini aku merindukannya? Kurasa jawabannya iya. Entahlah, tapi perasaanku sudah berbeda sejak tragedi Ilsun dan Mai menjebakku di jurang waktu itu. Aku tidak dapat berpikir jernih ketika berada di dekatnya dan aku merasa jantungku berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya. Apakah aku menyukainya?
"Kau baik-baik saja?" Heechul memecah lamunanku. Aku hanya mampu mengangguk dan tersenyum menanggapinya.

'Saehee POV end'

'D.O POV'

Apa rencana-Mu kali ini setelah Kau memanggil ayahku? Astaga, bahkan keluarga kami masih dalam suasana berkabung dan sekarang apa? Saham agensi menurun? Ya Tuhan, kenapa secepat ini? Bagaimana aku harus menangani semuanya? Para trainee HD Entertainment pun dengan teratur menyatakan mengundurkan diri. Jika terus begini bagaimana aku bisa melanjutkan perusahaan ayah? 

"Sudahlah, Kyungsoo. Apa kau tidak memikirkan perutmu?" Suara ibu memecah keseriusanku pada layar komputer. Aku tidak menoleh atau pun sekadar melirik. Aku benar-benar harus berjuang sekarang demi perusahaan ayah.
"Kyung-ah. Kau akan sakit jika kau tidak mengisi perutmu." Hening. Aku tetap bergelut dengan keyboard dan layar komputerku.
"Do Kyungsoo!" Akhirnya kutolehkan pandanganku mendengar ibu memanggilku dengan nada tinggi seraya menggenggam tanganku erat. Dapat kulihat dengan jelas kesedihan di dalam matanya yang indah itu. Tidak ada satu menit ibu sudah mendekapku erat. Kubalas pelukan ibu sambil sesekali menepuk punggungnya yang sesenggukan dengan pelan.
"Mianhaeyo, eomma–"




*** 


 "Kyung-ah. Bagaimana kabar para trainee?" Aku mengembuskan nafas kekesalan mendengar pertanyaan Seungho hyung. Mencoba memberi kekuatan pada diriku sendiri. "Lima dari sepuluh trainee yang seharusnya debut dua tahun lagi tetap menyatakan mengundurkan diri." Kami berdua mendesah bersamaan. 
"Mereka memberi berbagai macam alasan yang klasik, tapi aku yakin alasan mereka yang sebenarnya karena sekarang ayah sudah tidak ada dan mereka khawatir agensi kita tidak akan laku di pasaran." 
"Bagaimana bisa ada orang yang berfikiran dangkal seperti mereka?" Aku mengendikkan bahu pasrah. Tak tahu lagi apa yang harus kukorbankan demi agensi ayah. 
Seungho hyung kemudian menepuk bahuku meyakinkan. "Kita harus buktikan pada mereka!" Kami berdua bersama-sama merekahkan senyum. Namun aku sedikit tidak yakin terhadap diriku sendiri. 

Dua hari sebelum ayah meninggal, Heechul hyung membeli sebuah rumah sederhana di kawasan Itaewon. Ia sudah merencanakan ini sejak sebelum ia memasuki S2 dan keinginannya adalah membeli rumah sebelum ia kembali ke Indonesia untuk melanjutkan studinya lagi. 

"Kyung-ah, kenapa Saehee tidak boleh mengetahui tentang kepergian ayahmu?" Kini aku dan Heechul hyung sedang berada di rumah barunya. Mencicipi hot chocolate-nya yang paling kugemari. Aku menjawabnya dengan menggeleng pelan. "Saehee sekarang sudah bekerja pada YG Entertainment bukan?" Heechul hyung menganggukan kepalanya. 
Aku mendesah lagi. "Dia gadis yang baik. Aku tahu itu." Heechul hyung menatapku heran namun tidak ada satu menit ia kembali menganggukan kepalanya. "Arasseo. Tapi kusarankan kau untuk jangan terlalu menutup diri. Kau bahkan tak mengizinkan teman-temanmu sendiri mengetahui keadaanmu." 
"Jangan mengkhawtirkanku."

Ini sudah hampir dua bulan aku tidak pernah bertemu dengan teman-temanku lagi. Aku merasa mulai merindukan mereka. Tetapi tanggung jawabku pada ayah tidak bisa kutinggalkan. Bahkan dengan kemunculan dua presdir baru tidak memengaruhi keinginan para trainee untuk tetap berada di agensi kami.


Aku berjalan menyusuri lorong kantor. Semua pegawai yang ada memberikanku hormat. Beginilah aku sekarang. Seorang mahasiswa Universitas Sungkyunkwan yang tiba-tiba mengambil cuti kuliah demi menjadi seorang presdir,menggantikan ayahnya yang telah meninggalkan keluarga dan perusahaannya sendiri.


Sesekali kurapihkan jas hitam yang membalut tubuhku di balik kemeja putih. Seungho hyung juga bekerja di suatu perusahaan, jadi hanya aku sendiri yang dapat menggantikan ayah di kantor. Sayang sekali, Seungho hyung hanya dapat membantu pekerjaanku di rumah itu pun jika ia sudah pulang.


TOK... TOK... TOK....


"Masuk!" Aku dapat melihat salah satu karyawanku yang dengan perlahan memasuki ruanganku sambil membawa sebuah map di tangannya.

"Daepyunim, ini daftar para trainee yang anda minta." Ia menyerahkan map itu dengan kedua tangannya dan berdiri di sana menungguku membuka hasil kerjanya.

Aku mengernyitkan dahi membaca semua tulisan dan grafik ini. Kini tinggal 53% trainee yang masih bertahan. Kenapa perbedaannya bisa menurun drastis dari kemarin? Minggu lalu aku masih melihat angka 85% tercetak di dalam grafik ini. Kutekan dahiku sendiri menggunakan tangan kananku. Kepalaku benar-benar pusing sekarang. 


"Tolong kumpulkan pengurus trainee nanti sore di ruang meeting." Perintahku sambil menyerahkan kembali map itu padanya. Ia membungkuk mengerti dan segera melangkah meninggalkan ruanganku.


'D.O POV End'


'Saehee POV'


"Saehee-ah! Mau makan siang dengan kami?" Aku dikejutkan dengan suara seorang yeoja yang sedang berdiri di depanku bersama seorang yeoja lainnya. Aku meletakkan saxophone-ku perlahan.

"Ah, kalian mau makan siang? Baiklah." Aku menyetujui ajakan mereka berdua. Aku baru satu minggu melakukan trainee di YG, dan mereka berdua lah yang pertama kali menjadi temanku di sini. 
"Dohee-ah, kita akan makan siang di mana?" Tanyaku di tengah-tengah perjalanan kami.
"Eum.. Entahlah. Kami sendiri juga masih mencari tempat makan yang lezat."
"Dan murah!" Tambah Min cepat seraya melebarkan bibirnya ke atas hingga membuat matanya mengecil.

Aku terkesiap ketika mengetahui ternyata mereka berdua memutuskan untuk makan di Abiko Curry ketika kami tidak sengaja melewati restoran tempatku dulu bekerja ini. Tentu saja aku sangat bersemangat ketika kami melangkahkan kaki masuk ke dalam.


"Kau dulu bekerja di sini?" Wajah Dohee tampak terkejut ketika kami sudah duduk di meja. Aku mengangguk mantap. "Bahkan aku masih berhubungan baik dengan sang manajer. Tapi sayangnya  sekarang sudah mulai sulit."

"Ah, kau pasti sangat hebat dalam bermain saxophone?" Tambah Min seraya menyeruput jus anggurnya.
"Yah, seperti yang kau lihat." Satu detik setelah aku mengendikkan bahu, suara seseorang mengejutkanku dari belakang.
"Park Saehee?" Aku menoleh mendengar panggilannya.
"Miyoon eonni?" Kami berdua pun secara reflek berpelukan. Aku benar-benar merindukannya. Sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannnya?
"Wah, sekarang kau sudah menjadi trainee YG?" Miyoon eonni menatapku dari atas sampai ke bawah.
"Ckckck, bahkan sekarang rambutmu sudah sepanjang ini. Dan hey! Kau lebih gaya sekarang!" Pekiknya melihatku mengenakan sepasang sepatu boots berwarna coklat tua.
"Ini Heechul oppa yang membelikanku. Tidak perlu berlebihan." Kami berdua pun tertawa bersama.
"Eiyy... Heechul membelikanmu ini? Ah, aku curiga dengan kalian." Miyoon eonni memberikan wajah selidiknya padaku dengan setengah bergurau.
"Aniyo eonni! Aku dan Heechul oppa teman baik." Kami kembali tertawa kemudian aku tersadar sedari tadi aku belum memperkenalkan Dohee dan Min pada Miyoon eonni. Dohee dan Min sedikit terkejut begitu mengetahui ternyata Miyoon eonni adalah orang yang asik diajak mengobrol karena pandangan pertama mereka ketika melihat Miyoon eonni adalah orang yang serius.

Usai makan siang, kami bertiga kembali ke gedung YG untuk berlatih. Ini masih pukul 12 siang, berarti masih ada waktu 7 jam lagi untukku berlatih saxophone. Aigoo, menjadi seorang trainee di agensi besar memang sungguh melelahkan.

"Geurae. Kau sudah menujukkan kemajuan. Pertahankanlah semangatmu ini, Park Saehee." Ujar Han Sunbae sebelum aku kembali ke apartemen. Ya, sekarang aku tinggal di apartemen yang dekat dengan gedung YG Entertainment dan aku satu kamar dengan Min. Ini merupakan konsekuensi yang harus diterima para trainee YG.

"Ah iya. Satu lagi! Kau harus terus perkuat dietmu! Bahkan sekarang Sulha yang seperti itu sudah mengalahkanmu turun 10 kg. Kau harus lebih giat lagi." Mwo? Sulha berhasil menurunkan berat badannya hingga 10 kg? Ah, sial! Bisa-bisa berat badannya menyamai berat tubuhku sekarang.
"Eo, ne sunbaenim. Aku akan berjuang!" Jawabku semangat seraya mengepalkan tangan kananku ke udara.
"Saehee, kau sudah selesai? Eoh, Han Sunbaenim? Annyeonghaseyo!" Min segera membungkukkan tubuhnya begitu mengetahui aku sedang bersama pelatihku.
"Ne, annyeong. Cepatlah kalian kembali pulang! Tidak baik gadis-gadis seperti kalian masih berkeliaran di malam hari."
"Ne, sunbaenim." Sahut kami berdua serempak.
"Baiklah, aku pulang. Annyeong!"
"Ne, annyeonghaseyo sunbaenim!"

Malam ini malam bulan purnama. Aku jadi teringat bagaimana kebiasaanku dengan Sanjin ketika memasuki bulan baru. Kami akan berlaga menjadi seperti werewolf dan vampire kemudian kami akan melakukan hal itu di depan Jaedong hingga namja itu hanya mampu mengelus dadanya prihatin. Yah, meksipun kami bukan lagi seorang balita, tapi kami sama-sama memiliki sifat seorang bocah di saat-saat tertentu. Ah, aku merindukan mereka.


"Ne? Yeoboseyo?"

"Saehee, bagaimana keadaanmu? Kau sudah makan?"
"Eomma? Ne, aku baik-baik saja. Barusan aku membuat ramyun bersama teman sekamarku di apartemen."
"Aih, kenapa hanya makan ramyun? Jika saja ada eomma, pasti eomma akan membuatkanmu makanan yang sehat dan lezat."
"Gwaencanhayo. Sudah malam begini restoran mana yang masih buka? Aku janji besok aku akan makan makanan yang 'sesungguhnya'." Jawabku seraya menekankan kata 'sesungguhnya' dan hal itu membuat ibuku tertawa pelan.
"Baiklah. Jaga dirimu ya! Dan ingat janjimu pada eomma!"
"Ne, eomma. Yaksokhae."
"Geurae. Eomma mengantuk. Jalja nae ttal."
"Ne, jaljayo eomma. Saranghaeyo." Aku segera menutup ponselku. Kutatap langit malam dari jendela, mengembuskan nafas pelan. Memikirkan apa yang sedang dilakukan orang-orang yang kusayangi di sana. 

Kyungsoo? Kira-kira apa yang sedang ia lakukan sekarang? Apakah dia tidur dengan nyenyak? Apa dia sudah makan? Ah, kenapa aku jadi memikirkan dirinya? Belum tentu ia juga memikirkanku.


"Saehee-ah! Ayo tidur! Besok pagi kita harus kembali berlatih."

"Ne, Min-ah. Kau duluan."



***

Kupatut diriku di cermin. Ada lingkaran hitam di bawah mataku. Ya Tuhan, semenjak aku menjadi trainee di YG, waktu tidurku jadi berkurang. Tapi aku cukup senang, karena kepadatan kegiatanku membuat bobot tubuhku berkurang 3 kg. Yah, mungkin aku belum seberuntung Sulha yang telah berhasil menurunkan 10 kg bobot tubuhnya.

"Sudah cantik!" Kutolehkan pandanganku dari kaca ketika ada sebuah suara dari belakang tubuhku. Heechul tengah memerhatikanku dari belakang dengan menyandarkan sisi kanan tubuhnya pada pintu dan menyedekapkan tangannya di depan dada. Kuterohkan senyum padanya kemudian ia mengubah posisinya dan berjalan perlahan ke arahku.
"Apakah kau merasa lelah?"
"Wae? Kenapa kau bertanya seperti itu?" Kutautkan kedua alisku heran mendengar pertanyaannya seraya menatap dirinya yang sudah tinggal beberapa centi dariku.
"Ani. Aku hanya akan merasa bersalah jika benar kau merasa lelah. Akulah orang yang sudah membuatmu berada di sini." Ia mengendikkan bahunya sembarangan. Aku tertawa pelan.
"Oh ya? Tapi jika bukan karena persetujuan Yang Hyunsuk Appa, aku juga tidak akan berada di sini." Heechul menatapku seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Hmpft! Aku bercanda." Kali ini Heechul menurunkan kedua alisnya lalu menggandengku pergi. "Ayo sarapan!"

Berada dalam satu ruangan yang sama dengan orang yang kau sukai dan tidak pernah kau temui tentu akan terasa sangat canggung. Tunggu! Kusukai? Mungkin ini sudah bukan saatnya untukku membohongi diriku sendiri bahwa aku benar menyukainya. Aku tidak mengerti, tapi ternyata tidak bertemu dengannya selama lebih dari satu bulan membuatku tersadar atas perasaanku padanya.

Mata kami saling bertemu. Entahlah, tapi aku merasa ada kecanggungan juga dalam dirinya. Kupikir hanya aku saja yang merasa aneh ketika bertemu dengannya. Setelah satu bulan lebih lamanya akhirnya kami bertemu kembali. Apakah dia juga merasa senang bertemu denganku?


"Kyungsoo.. Hai!" Sapaku kikuk seraya mengangkat sebelah tanganku sejajar dengan bahu. Ia tidak menjawab. Hanya tersenyum. Senyum datar.

"Lama tidak bertemu, ya?" Lanjutku lagi berbasa-basi sekaligus untuk mencairkan suasana tegang di antara kami.
"Kudengar kau sudah menjadi trainee YG sekarang?" Ucap Kyungsoo akhirnya. Aku mengangguk.
"Cukha!" Kenapa ucapan selamatnya begitu datar? Apakah dia tidak senang mendengar kabar baik tentangku?
"N.. ne. Gomawo." Kyungsoo kembali tersenyum kemudian mendahuluiku memesan green tea latte. Setelah mendapat pesanannya ia menghadap padaku.
"Aku masih ada urusan. Semoga kau sukses!"
"Eh? Ne... gomawoyo." Jawabku terbata. Wajahnya kali ini tampak amat serius. Aku ingin tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi? Semua orang menjadi aneh.
"Eo. Aku pergi. Annyeong." Aku hanya membalas lambaian tangannya. Tak kusadari aku memandangi punggung tegapnya yang makin lama menghilang dari pandanganku. Kenapa rasanya sakit ketika dia tampak tidak senang ketika bertemu kembali denganku? Apakah selama ini hanya aku saja yang menganggap semua kebaikannya ini merupakan lampu hijau untukku? Jika memang benar itu hanya sebatas anggapanku saja, maka aku harus benar-benar menyiapkan hatiku dari sekarang.

"Saehee-ah! Setelah sarapan tadi kau kemana? Heechul sunbae sampai datang ke ruang latihanku tadi karena dia mencarimu." Dohee berlari ke arahku begitu mengetahui aku sudah kembali dari acarabelitehkuyangmenyedihkan.

"Ada apa dia mencariku?"
"Kau meninggalkan ini." Dohee menyerahkan sebuah syal coklat muda padaku. Aku tertegun. Ini adalah syal milik Kyungsoo yang ia serahkan padaku ketika aku hampir terkena hipotermia di jurang. Baiklah, aku ketahuan membawa benda itu sekarang ke tempat latihan.
"Ini Heechul oppa yang memberi?"
"Eo. Tadi setelah menyerahkan ini padaku, ia langsung pergi begitu saja." Aku menautkan kedua alisku.
"Oh, ne. Gomawo Dohee-ah."

Aku semakin penasaran. Tadi pagi aku mendengar kabar bahwa agensi HD Entertainment mengalami penurunan saham dan para trainee mereka banyak yang mengundurkan diri. Heechul oppa pun tidak biasanya menjadi sangat sibuk seperti ini. Belum lagi tentang keadaan Kyungsoo yang sulit ditemui dan dirinya kembali menjadi Kyungsoo yang dulu. Apa mungkin sikap aneh mereka semua ada kaitannya dengan masalah agensi HD Entertainment?


"Park Saehee! Kau sudah bekerja dengan keras. Kau cukup berbakat! Sepertinya aku tidak perlu memberimu latihan yang lebih lama lagi." Suaraku tercekat. Kenapa tiba-tiba YG Appa berbicara seperti itu padaku?
"Bulan depan mungkin aku akan mempersiapkan debutmu." ASA!!! Benar dugaanku! Akhirnya setelah sekian lama mengikuti trainee aku dapat debut juga. Aku benar-benar harus berterimakasih padanya.
"Jinjjayo?"
"Ne. Aku akan menyesal jika tidak segera membawamu keluar melihat dunia." Jawabnya dengan menekankan kata 'melihat dunia'. Aku benar-benar bahagia sekarang. Aku harus memberi tahu kabar baik ini pada ibu dan teman-temanku. Ah, mungkin hanya Sanjin dan Jaedong. Aku tidak ingin begitu gegabah sebelum impianku  benar-benar terwujud.


"Ne, eomma. YG Appa sendiri yang bilang padaku bahwa aku akan segera debut."

"Kalau begitu minggu depan eomma akan mengunjungimu ke Seoul."
"Jinjjayo? Eomma akan menemuiku?"
"Tentu saja! Eomma ingin memberikan pelukan selamat pada putriku." Aku memekik bahagia. Aku sudah sangat merindukan eomma. Kira-kira bagaimana kehidupanku nanti jika aku sudah debut? Aku pasti akan sering merindukan eomma.


One year later...



"Pertunjukan yang sangat bagus! Sangat mengagumkan!"

"Bagaimana jika kita melakukan kolaborasi? Kurasa itu akan menjadi hal yang sangat menakjubkan!" Aku hanya mampu menyimak pembicaraan YG Appa dan dua orang rekan kerjanya. Jujur, aku memang senang sekarang semua orang mengenalku bahkan ada banyak akun fanbase tentangku di jejaring sosial. Tapi kenapa rasanya masih ada yang kurang? Aku merasa belum sepenuhnya bahagia.
"Eum, sillyehamnida. Saya izin ke belakang sebentar." Izinku pada tiga orang penting di hadapanku ini. Heechul oppa yang melihatku segera izin untuk menyusulku. Kurasa ia amat mengerti dirku.

"Apakah makanannya tidak enak?" Heechul oppa sudah duduk di sebelahku, mengikuti langkahku menikmati pemandangan taman restoran ini dan melihat keindahan langit malam Kota Seoul.

"Ani. Aku– Oppa. Kenapa aku masih merasa kurang puas dengan keadaanku sekarang?" Kutatap dirinya yang sedang menengadah menatap langit.
"Kau bukan merasa kurang puas. Kau hanya merasa rindu." Aku terkejut dengan jawabannya.
"Kaupikir begitu?"
"Aku sudah sangat mengenalmu, Park Saehee. Aku bahkan mengerti apa yang kau tidak mengerti dari dirimu sendiri." Kali ini aku menunduk merenungkan ucapannya. Mungkin dia benar.
"Merindukuan seseorang itu memang tidak enak ya?" Kali ini aku sangat yakin bahwa ucapan Heechul oppa benar. Aku memang merindukan Kyungsoo. Sangat.
"Jika ingin menangis, menangislah! Tempat ini cukup sepi."
"Kaupikir aku akan semudah itu mengeluarkan air mata hanya demi seorang pria?" Kutatap dirinya dengan pandangan mengejek.
"Ah, ya! Aku lupa. Kau ini kan wonder woman." Timpalnya seraya tertawa lepas. Aku ikut mengeluarkan tawaku, tapi berbeda dengan hatiku. Aku sangat sedih sekarang.

'Saehee POV End'


'Heechul POV'


Aku sudah memutuskan untuk menemui Kyungsoo siang ini. Aku harus bicara padanya. Kasihan Saehee, aku tahu ia pasti sangat merindukan Kyungsoo.


"Bisakah aku bertemu dengan presdir?" Tanyaku pada resepsionis namun sedetik kemudian wajahnya berubah masam.

"Joisonghamnida. Presdir sedang ada meeting di luar kota. Apakah anda ingin menitip pesan?"
"Begitu rupanya. Baiklah. Jika dia sudah pulang katakan saja bahwa Kim Heechul mencarinya."
"Ye." Ah. Anak itu benar-benar menjadi super sibuk sekarang. Aku bahkan yang sudah setua ini kalah darinya. Jika terus begini bagaimana aku bisa berbicara padanya?

"Hyung! Sejak saham HD Entertainment menurun, aku jadi sangat jarang bertemu dengan adik sepupumu."

"Itu benar! Bagiamana kabarnya sekarang?"
"Terakhir kami bertemu dengannya adalah ketika ia mendapatkan gelar S1-nya." Ujar Chunji, Taemin, dan Tao bersamaan.
"Entahlah. Sejak kelulusan S1-nya aku juga sudah tidak pernah bertemu lagi dengannya. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya." Atau mungkin tidak ingin menemuiku dan teman-temannya lagi?
"Kau tidak mencoba bertanya pada Seungho hyung?" Lanjut Taemin.
"Sudah. Semua sudah kucoba tapi selalu saja ada alasannya. Seungho sendiri sekarang juga menjadi amat sibuk ditambah ia juga masih bekerja di tempat kerjanya sekarang."
"Apakah saham HD sudah ada kemajuan?"
"Kurasa belum. Terakhir aku mendengar kabar minggu lalu ada tiga trainee yang mengundurkan diri lagi." Aku merasa sangat prihatin sekarang terhadap keluarga Kyungsoo. Bahkan mereka sampai menjual mobil Seungho.
"Ah, kasihan Kyungsoo. Seandainya aku bisa membantu."

'Heechul POV End'


'Saehee POV'


Nanti sore akan ada festival kembang api. Kurasa sedikit menghibur diri dari jenuhnya pekerjaan tidak ada salahnya.


"Dohee-ah! Ayo kita beli permen kapas itu!" Aku dan Dohee merasa kembali menjadi seperti anak kecil. Banyak permainan dan berbagai hiburan di sini. Beberapa kali  kami juga dimintai tanda tangan serta foto bersama para penggemar. Yah, aku memang tidak terlalu digilai para fans seperti G-Dragon sunbae dan yang lainnya, tapi aku bersyukur, dengan begitu aku tidak perlu menggunakan penyamaran dan waspada terhadap fans fanatik.

"Saehee-ah, aku ingin ke toilet sebentar."
"Baiklah. Akan kutunggu di sini." Aku memerhatikan orang-orang yang berlalu lalang di sini. Kurasa ada seseorang yang duduk di sebelahku. Jinjja! Orang ini berisik sekali. Aku ingin pindah ke tempat lain tapi bagaimana jika Dohee mencariku? Di sini sangat penuh sesak.
"Iya! Aku mendengar beritanya dari Tao! Semenjak ayah Kyungsoo meninggal, saham HD Entertainment jadi menurun drastis. Kasihan Kyungsoo, dia jadi harus bekerja keras sekarang demi mengembalikan saham perusahaan ayahnya."
"Benarkah? Ah, sayang sekali namja setampan dia harus bangkrut. Tapi, kenapa berita kematian ayah Kyungsoo tidak ada di media massa?"
"Itu karena keluarga Kyungsoo menutupinya! Aku juga tidak tahu kenapa mereka melakukan itu. Tapi aku yakin cepat atau lambat berita kematian ayah Kyungsoo pasti akan tersebar di media." Kuteguk liurku sendiri mendengarkan pembicaraan dua orang berisik di sebelahku ini. Jadi itu sebabnya kenapa Kyungsoo selama ini sulit ditemui? Tapi kenapa dia harus menutupi semuanya?
"Dohee-ah! Ayo kita pulang!" Segera kutarik lengan Dohee begitu ia datang. Wajahnya tampak bingung tapi Kyungsoo lebih penting saat ini.


"Oppa! Katakan padaku! Apa yang aku tidak tahu?" Tanpa permisi kuhampiri Heechul oppa di Kona Beans. Pikiranku benar-benar kalut saat ini.

"Hey! Ada apa?" Tanyanya sembari tersenyum padaku.
"Apa yang kau tahu tentang Kyungsoo yang tidak kuketahui?" Kali ini wajah Heechul oppa berubah murung. Sudah kuduga!
"Kenapa kau tidak memberitahuku? Kenapa Kyungsoo juga menutupi masalah ini?"
"Duduklah! Aku akan menceritakan semuanya padamu." Kuturuti permintaannya dan segera memposisikan diriku pada kursi bar di sebelahnya. Heechul oppa menceritakan padaku semua tentang Kyungsoo. Tentang kematian ayahnya, tentang penurunan saham, dan masalah-masalah lainnya. Rasanya aku ingin menangis sekarang tapi aku tidak akan melakukan itu di depan umum. Bisa jadi masalah jika ada seorang paparazi yang melihatku sedang menangis di hadapan seorang pria.

"Oppa! Aku ingin membantunya." Ujarku lirih.

"Tapi bagaimana? Bertemu dengannya saja sulit."
"Aku bersedia keluar dari YG dan pindah ke HD."
"Mwo? Itu tidak mungkin! Sekarang ini kau sedang tenar-tenarnya. Semua orang mengidolakanmu!"
"Justru itu! Karena aku sedang naik daun, dengan aku bekerja pada HD Entertainment maka aku akan kembali menaikkan sahamnya."
"Tapi tidak semudah itu Park Saehee." Aku menatap Heechul oppa sedih. Apa yang harus kulakukan demi membantu Kyungsoo?
"Aku akan mencoba!" Dan tanpa permisi lagi aku meninggalkannya yang menatapku prihatin. Tekadku sudah bulat untuk menemui Kyungsoo malam ini.


"Camkkanmanyo! Tapi aku benar-benar harus bertemu dengan presdir sekarang juga."
"Tidak bisa nona! Presdir sedang tidak bisa ditemui sekarang."
"Baiklah! Aku akan menunggunya!" Dengan keras kepala aku berdebat dengan resepsionis menyebalkan ini dan akhirnya aku memutuskan untuk menunggu Kyungsoo di Lobby sampai ia datang. Aku tidak peduli harus berapa lama aku menunggu.

'Saehee POV End'

'Author POV'


Dua jam lamanya Saehee menunggu hingga tempat itu mulai sepi. Bahkan beberapa office boy sudah pulang tapi keinginan Saehee amat kuat untuk membantu Kyungsoo.


"Apakah gadis itu masih menungguku?"

"Ye, Daepyunim. Ia bersi keras."
"Aigoo. Baiklah." Kyungsoo menutup teleponnya seraya mengembuskan nafas kekesalan. Ia tidak bisa pulang jika Saehee masih saja berada di Lobby.
"Jinjja! Kenapa dia sangat keras kepala? Aku ingin pulang sekarang!" Kyungsoo mengacak-acak rambutnya frustrasi.
"AHA!!! Kenapa aku tidak lewat pintu belakang saja? Aish jinjja! Kenapa tidak dari tadi Do Kyungsoo?" Ia pun dengan segera merapihkan barang-barangnya dan dengan cepat ia keluar dari ruangannya menuju pintu yang menghubungkannya dengan basement.

Kyungsoo berjalan mengendap melewati punggung Lobby demi sampai ke pintu belakang. Akhirnya ia sudah berada di depan mobilnya sekarang. Dengan tersenyum kemenangan ia berjalan menuju kursi kemudi.


"Kukira kau lembur hari ini."

"ASTAGA!!" Kyungsoo hampir saja menjatuhkan kunci mobilnya melihat seorang yeoja dengan wajah berantakan sudah berada di belakangnya.
"Bagaimana kau bisa di sini?" Nada bicara Kyungsoo terdengar panik. Ia yakin sekali bahwa tadi ia melihat gadis ini tengah tertidur di Lobby.
"Kyung-ah. Aku ingin berbicara padamu."
"Aku tidak punya waktu." Dengan cepat Saehee mencegah lengan pria di hadapannya sebelum ia masuk ke dalam mobil.
"Lima menit. Hanya lima menit. Kita harus bicara."
"Kubilang aku tidak punya waktu. Menyingkirlah!" Dengan kasar Kyungsoo menepis tangan Saehee dan segera memasuki mobilnya.
"Kyungsoo nappa!!!!!" Gerutu Saehee yang sebenarnya tengah menahan tangisnya.

Saehee sudah seperti orang gila sekarang. Berjalan sendirian dengan keadaannya yang sudah sangat berantakan. Orang-orang tidak akan mengira bahwa ia adalah salah satu Hallyu Star.

"Cepat ikut aku!" Saehee sangat terkejut ketika seseorang menarik tangannya begitu saja. Gadis itu terpaksa mengikutinya berlari karena tangannya dicekram dengan kuat. 
"Heechul oppa?" 
"Ssttt!!!! Diamlah!" Orang yang ternyata adalah Heechul itu menarik Saehee agar lebih merapat padanya. Selama tiga menit mereka berdua bersembunyi di balik semak-semak. Menunggu seseorang yang sedari tadi mengincar Saehee agar segera pergi.

"Nah. Sudah aman." Heechul mengajak Saehee keluar dari persembunyian.

"Sebenarnya ada apa oppa menarikku dan mengajakku bersembunyi di sini tiba-tiba? Kau sangat mengejutkanku tadi."
"Kau lihat orang berbaju hitam tadi?" Saehee mengangguk pelan. 
"Jika kau sampai tertangkap kamera olehnya sedang berjalan seperti tadi, bisa-bisa besok semua orang akan melihat di media massa bahwa seorang pemain saxophone ternama -Park Saehee- telah menjadi gila. Kau mau seperti itu?" Saehee tertawa kecil menanggapinya.
"Kalau begitu sekarang biar kuantar kau pulang. Kaja!"


"Hyunsuk-ah. Apakah benar Saehee akan berkolaborasi dengan Jokwon 2am?" Kini Heechul tengah menghadap Hyunsuk di ruangannya yang sedang menjajal musik mentah untuk single terbaru 2NE1.

"Benar. Bahkan sekarang kami tengah membuat konsep untuk mereka. Ada apa?"
"Begini, aku– punya usul. Sebentar lagi musim semi. Biasanya akan ada banyak acara dan berbagai festival. Pasti akan sangat laris jika kau melakukan kolaborasi dengan berbagai penyanyi dari agensi-agensi lain." Hyunsuk tampak menimbang-nimbang seraya mengelus dagunya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Bisa juga idemu. Akan kubicarakan dengan yang lain." Heechul tersenyum gembira. Tidak sabar menanti hari itu akan tiba.


"Annyeong Saehee."

"Heechul oppa! Ada apa kemari?"
"Hari ini aku hanya ingin mengajakmu ke Kona Beans. Kau akan sangat sibuk nanti untuk mempersiapkan kolaborasimu. Jadi sebelum kau tidak dapat menikmati bersantai akan kuajak kau menikmati macchiato ala Kona Beans."
"Wah, gomawo oppa!"

Dengan wajah gembira yang ia paksakan, Saehee berjalan memasuki pintu Kona Beans bersama Heechul di sebelahnya. Di dalam, Chunji dan kawan-kawannya sudah menunggu kehadiran temannya yang satu ini.


"Park Saehee!"

"Hey!" Mereka semua saling berpelukan. Saehee seakan melupakan kesedihannya ketika bertemu kembali dengan teman-temannya.
"Wah! Saehee! Kau makin cantik!"
"Dan kau makin bergaya sekarang!" Berbagai celotehan terlontar dari mulut mereka tak terkecuali Jaedong yang biasanya tidak banyak bicara.
"Hey! Mana kekasihmu, Jae-ah?" Saehee menyadari bahwa sedari tadi ia tidak melihat Sanjin, sahabatnya yang paling ia cintai.
"Tadi sedang ke kamar mandi. Ah, itu dia!"
"AARGHHH!!!! PARK SAEHEE!!!!" Sanjin dengan begitu saja berlari memeluk Saehee, membuat pengunjung lain yang tadinya tidak menyadari bahwa ada seorang bintang di Kona Beans menjadi menoleh ke arah mereka. Beberapa dari pengunjung ada yang berkasak-kusuk melihat Saehee. Mungkin penggemar?

"Sanjin-ah! Nan neomu neomu neomu beogoshippeo!"

"Nado! Ah, astaga! Kau bahkan berubah menjadi seorang putri yang cantik sekarang!" Sanjin tampak takjub seraya memutar-mutar tubuh Saehee dan memerhatikan sahabatnya itu dari kepala sampai kaki.
"Wah, bagaimana kabarmu sekarang? Pasti senang ya dikenal banyak orang."
"Ah, kau berlebihan." Akhirnya siang itu diisi dengan berbagai cerita pengalaman mereka masing-masing. Bahkan minuman mereka sampai dingin saking asyiknya mengobrol.

"Tao. Apakah hanya aku yang tidak mengetahui tentang berita kematian ayah Kyungsoo?" Setelah dirasa semuanya sudah puas saling melepas rindu, sekaranglah saatnya membicarakan hal ini pada sahabat-sahabat Kyungsoo.

"Kau? Tahu?" Tao memekik tak percaya dengan pertanyaan Saehee.
"Sudahlah! Cukup katakan yang sebenarnya padaku." Tao menundukkan kepalanya sebelum menjawab. "Mianhae. Kyungsoo melarang kami untuk memberi tahu yang lain termausk kau. Aku juga tidak tahu kenapa. Tapi ternyata kau tahu ya?" Tao tertawa hambar demi mencairkan keadaan yang mulai terasa kaku baginya.
"Kemarin saat festival kembang api ada dua yeoja yang membicarakan tentang Kyungsoo dan kudengar kau yang menceritakan itu semua padanya." Lagi-lagi Tao tertawa hambar, kali ini dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kau jahat! Kenapa tidak memberitahuku? Malah memberitahu yeoja itu."
"Mianhae, Saehee-ah! Kyungsoo benar-benar melarangku memebritahukan ini padamu. Sekali lagi maafkan aku." Saehee mengembuskan nafas panjang.
"Sekarang aku bingung harus membantunya bagaimana."
"Ah, jagiya~" seseorang memasuki pintu Kona Beans lalu Taemin menghampirinya kemudian mengecup kening gadis itu.
"Kenapa lama sekali? Kami sudah di sini sejak dua jam yang lalu."
"Mianhae, Taeminnie~ Tadi aku benar-benar sibuk." Saehee membelalakkan matanya melihat siapa yeoja yang dirangkul Taemin itu. "Miyoon eonni??" Pekiknya. Miyoon menoleh lalu tersenyum lebar. "Park Saehee!!!"

Miyoon melepas rangkulan Taemin di bahunya dan berjalan cepat memeluk Saehee.

"Eonni? Kau dan Taemin..." Miyoon menatap Taemin yang berdiri di belakangnya seraya tersenyum.
"Kami akan bertunangan."
"Waahhhh cepat sekali, eonni!" Pekik Saehee tak percaya. Taemin yang ia kenal dulu adalah seorang yang kekanak-kanakan dan penggemar berat banana milk. Tapi Taemin yang sekarang ia lihat adalah Taemin seorang editor majalah ternama yang sukses dan seorang yang sudah dewasa. Benar-benar drastis.
"Wah, aku benar-benar takjub padamu Taemin-ah! Kau bisa meluluhkan hati seorang Kang Miyoon!" Ujar Saehee kagum. Taemin tersenyum lalu kembali merangkul calon tunangannya itu.
"Tentu saja! Apapun akan kulakukan demi Miyoon Manajer."
"Ah, sepertinya di sini hanya aku yang tidak punya pasangan ya?" Lanjut Saehee sembari menatap teman-temannya yang sedang duduk berpasang-pasangan dengan kekasih masing-masing. Sungmin yang sedang membantu Jinhae membuat pesanan sekaligus mencari 'kesempatan', Jaedong dengan Sanjin, Kyuhyun dengan Ilsun, Chunji dengan Mai, dan sekarang bahkan Saehee melihat Tao yang tadi baru saja mengobrol bersamanya sudah berbalik menghadap Yoojin yang juga tengah membuat pesanan.
"Ah, bahagianya."
"Kau melupakan Heechul hyung? Sampai sekarang bahkan ia tidak pernah terdengar dekat dengan yeoja mana pun." Tambah Taemin.
"Hahaha. Kau benar." Dan seketika pikiran Saehee melayang kembali pada Kyungsoo.

Sebelum kembali pulang, Ilsun dan Mai berjalan menghampiri Saehee.

"Annyeong Park Saehee." Sapa Ilsun.
"Oh, annyeong." Balas Saehee kaku.
"Selamat ya! Kau beruntung sekali bisa menjadi musisi didikan YG. Aku sangat iri padamu!"
"Ya! Ilsun benar! Aku tidak akan menyerah untuk menyaingimu Saehee-ah!" Mereka bertiga pun tertawa bersama.
"Maaf ya dulu aku sering mencelakaimu."
"Aku juga."
"Ah, aku sudah melupakan hal itu. Tenang saja."
"Omong-omong, bagiamana kabarmu dengan Kyungsoo oppa?" Pertanyaan Ilsun telak membuat hati Saehee seakan teriris belati tajam. Ia menjawabnya dengan tersenyum tipis.
"Aku tidak pernah bertemu dengannya."
"Sayang sekali. Kalian sama-sama sibuk sampai tidak bisa bertemu satu sama lain." Tambah Mai yang justru membuat hati Saehee bertambah sedih.

Akhirnya acara 'temu kangen' pun berakhir. Heehul dan Saehee bersama-sama pulang menuju apartemen Saehee.

"Saehee-ah, lima bulan lagi aku akan kembali ke Indonesia."
"Mwo? Kenapa cepat sekali oppa?"
"Apa katamu? Itu waktu yang sangat lama Park Saehee! Aku tidak bisa terus-terusan cuti kuliah! Kapan aku akan mendapat gelar S3-ku jika tidak segera kembali?" Saehee mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban Heechul.
"Lalu siapa yang akan menemaniku di sini?"
"Lalu teman-temanmu itu kau anggap apa?"

Setelah lama di perjalan, mereka pun sampai di apartemen Saehee. Karena masih ada urusan Heechul pun segera kembali pulang ke rumahnya tanpa sekadar menikamati orange juice buatan Saehee terlebih dahulu.



Akhirnya setelah tiga setengah bulan lamanya, Saehee sekarang sudah selesai melakukan konser kolaborasinya bersama Jokwon. Namun kesibukannya belum berakhir. Malam ini Hyunsuk mengajak Saehee sebagai perwakilan dari YG juga ditemani oleh Heechul untuk menemui beberapa pemilik agensi entertainment yang lain untuk membicarakan masalah usulan Heechul beberapa bulan lalu mengenai kolaborasi antar agensi menjelang musim semi.


"Hei! Anak gadis harus duduk yang manis!" Hyunsuk mengingatkan posisi duduk Saehee. Gadis itu hanya menunjukkan deretan gigi putihnya seraya membenarkan posisinya. Mereka bertiga tengah menunggu rekan Hyunsuk yang lain di sebuah restoran papan atas di Seoul.


"Ah! Itu mereka datang. Annyeonghaseyo." Baru saja Saehee berdiri demi menyambut rekan Hyunsuk, ia sudah dibuat terkejut. Ternyata Kyungsoo adalah salah satu rekannya yang akan diajak bekerjasama. Keduanya tertegun. Mata mereka saling bertemu. Saehee seolah kehilanagn kata-katanya ketika bertemu kembali dengan pria yang telah lama ia rindukan ini. Tersadar, Kyungsoo pun menghentikan kegiatan tatap menatapnya dan duduk di hadapan mereka bertiga.

"Oh, maaf Tuan Yang. Aku hampir lupa memperkenalkan anda. Ini adalah sekretarisku, Hong Jisub." Ujar Kyungsoo memperkenalkan yeoja yang sedari tadi ia bawa pada Hyunsuk.
"Dan sekaligus calon tunangannya." Seakan ada ribuan anak panah yang menusuk hati Saehee ketika mendengar kelanjutan kalimat yeoja bernama Jisub tersebut. Tenggorokannya terasa mulai mengering seolah semua cairan yang ada di dalamnya berpindah menuju ke dalam kelopak matanya. Tapi ia tidak boleh menangis di sini.
"Ah, jadi ini kekasih Tuan Do? Anda sangat cantik."
"Kamsahamnida Tuan Yang."
"Ah iya, apakah aku perlu memperkenalkan dia?" Hyunsuk melihat ke arah Saehee yang sedang mati-matian menahan air matanya juga Heechul.
"Oh, kau jangan bercanda! Kami berdua bahkan sudah lebih dari kenal." Jawab Heechul seraya tertawa bersama Kyungsoo yang sebenarnya bertujuan untuk mencairkan suasana tidak nyaman di tempat itu.

Selama menikmati makan malam, Jisub terus memperlakukan Kyungsoo layaknya suaminya sendiri dan hal itu benar-benar membuat hati Saehee menjadi amat sedih. Untuk mengalihkan perhatiannya, Heechul sesekali mengambil makanan lain lalu ia letakkan di atas piring Saehee.


"Oppa! Makananku bahkan belum habis! Kenapa terus kautambahi?" Gerutu Saehee kesal.

"Ah, sayang jika kau tidak mencoba semua makanan ini! Kau harus mencicipinya!" Saehee hanya menatap Heechul horor.
"Eiyy, tunggu! Ada nasi di pipimu." Heechul dengan gerakan lambat mengusap pipi kiri Saehee. Kyungsoo yang melihatnya tanpa sadar telah mengiris dagingnya dengan sangat kasar. Hatinya sangat panas sekarang.
"Kyungsoo-ah! Pelan-pelan! Tanganmu bisa terluka." Jisub memeringati tapi tak dihiraukannya.
"YG Appa! Lihatlah kelakuan sahabatmu ini! Bagaimana aku bisa diet jika dia terus menjejaliku dengan banyak makanan ini?" Adu Saehee lalu dengan wajah kesalnya ia pamit untuk pergi ke toilet.
"Aigoo, begitu saja marah. Aku kan hanya ingin berbuat baik."
"Ah, maafkan dia. Anak itu memang kadang-kadang suka sembarangan." Ujar Hyunsuk pada tiga orang rekan di hadapannya.
"Eum, maaf. Sepertinya aku juga harus pergi ke toilet." Kyungsoo pun dengan langkah cepat berjalan keluar dari ruang makan VIP mereka.

Bukannya ke toilet Saehee justru duduk di sebuah bangku panjang yang terletak di taman bermain yang berada di restoran itu. Hari sudah malam jadi tidak banyak anak-anak yang bermain di sana.


Sesekali gadis itu mengembuskan nafas demi menahan air matanya sambil memegang dadanya yang terasa sakit.


"Jangan berpura-pura kuat!" Saehee dikejutkan oleh sebuah suara yang amat ia kenal. Ia menoleh dan mendapati Kyungsoo sudah berada di sampingnya membawa dua kaleng coke. Saehee tak menanggapi apa pun namun Kyungsoo justru memberikan satu coke-nya pada Saehee.

"Gomawo."
"Sudah kubilang jangan berpura-pura kuat!" Ulanganya. Kali ini dengan sedikit meninggikan nada bicaranya.
"Maafkan aku." Ucap keduanya bersamaan lalu mereka kembali saling berpandangan.
"Maafkan aku, karena telah membuatmu khawatir dan bersedih." Lanjut Kyungsoo. Saehee menatapnya tak –pura-pura– mengerti.
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Aku tahu kau selalu mengkhawatirkanku dan kau– juga pasti sedih melihatku dengan Jisub."
"Tch... percaya dirimu sangat tinggi Tuan Do."
"Jika tidak, lalu kenapa waktu itu kau ingin membantuku dengan rela keluar dari YG dan lebih memilih ikut denganku yang masih terbilang agensi kecil ini? Hm?" Kali ini Kyungsoo menatap gadis di sebelahnya lekat.
"Itu.. karena–"
"Apa?"
"Karena–"
"Kau mencintaiku kan?" Saehee menundukkan kepalanya dalam untuk menutupi kegugupannya. Ucapan Kyungsoo memang benar, tapi mana mungkin Saehee akan mengakuinya?
"Yang lain sudah menunggu." Sehee segera berdiri bersiap-siap akan kembali masuk ke dalam dan pada saat itu juga Kyungsoo menahan tangannya tapi Saehee sanggup melepasnya paksa dan segera berjalan memasuki restoran kembali.

Sejak kejadian itu hari-hari Saehee jadi bertambah buruk. Apa pun yang ia lakukan selalu salah. Ia tidak dapat berpikir jernih. Pikirannya selalu melayang pada Kyungsoo. Belum lagi kabar bahwa Kyungsoo akan segera melamar Jisub, itu semakin membuatnya kalut.


"Jisub-ah! Kakekmu bahkan sudah tidak memaksaku lagi untuk menikahimu! Kenapa kau begitu keras kepala?" Nada bicara Kyungsoo terdengar sedikit berteriak.

"Kyungsoo-ah! Tapi kau tidak bisa menghentikan ini! Aku hanya ingin menikah denganmu! Bahkan aku telah memesan gaun pengantin."
"Itu salahmu sendiri. Aku belum mengatakan setuju tapi kau sudah bertindak sejauh ini! Aku tidak mau menanggung semua biaya yang sudah kauperbuat!"
"Apakah kau punya yeoja lain?"
"Tidak! Tapi aku menyukai yeoja lain dan kau tidak bisa melarangku lagi karena keputusanku untuk menikahinya sudah bulat!"
"Tapi Kyung.."
"Akan kubatalkan semua rencana kita!" Kyungsoo berlalu dari hadapan Jisub tanpa menghiraukan tangisan gadis itu.

Di tempat latihan, lagi-lagi Saehee membuat kesalahan. Han Sunbae sudah sangat sabar dari kemarin menghadapi tingkah laku hoobae-nya ini.

"Ayolah, Park Saehee! Ada apa denganmu? Kau harus serius demi kolaborasi besar kita nanti!" Ujar Han yang sudah amat frustrasi dengan gadis di depannya ini.
"Maaf."
"Aisshhh kau bahkan sudah dua kali menjatuhi kakiku dengan saxophone berat ini! Ayo latihan lagi! Kali ini yang serius!"
"Ne, sunbaenim. Mianhaeyo." Jawab Saehee lemah dan ia kembali meniup saxophone-nya.

Seseorang sudah menunggu Saehee di bawah sampai ia harus melawan dinginnya malam Kota Seoul.

"Park Saehee, neo eodisseo?" Gumamnya seraya menggosokkan kedua telapak tangannya.

Di tempat lain, gadis yang ia tunggu-tunggu justru sedang menikmati kopi panasnya di meja pantry.

"Oh masih ada Nona Saehee rupanya." Pekik salah seorang office boy yang berniat mengambil segelas air putih.
"Jun-ah. Jika kau suka dengan seseorang tapi ternyata orang itu akan menikah, apa yang akan kaulakukan?" Tanya Saehee yang membuat office boy bernama Jun itu menghentikan kegiatan mengambil air mineralnya.
"Ah, jika orang yang kusuka itu juga menyukaiku maka aku akan mengejarnya. bahkan akan kuhentikan pernikahannya." Jawab Jun lantang.
"Memangnya kenapa, Nona?"
"Eum, ani. Hanya ingin tahu." Setelah puas menenangkan diri di pantry, Saehee pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Min masih berada di luar kota bersama girl bandnya jadi ia sendiri sekarang di apartemen.

Saehee amat terkejut ketika melihat seseorang yang amat ia kenal tengah tertidur di kursi security dengan menyedekapkan kedua tangannya di dada.

"Omo! Kyungsoo? Apa yang dia lakukan di sini?" Saehee menyentuh wajah Kyungsoo.
"Astaga! Dingin sekali. Aigoo, sebenarnya apa sih yang dia pikirkan? Ya! Kyungsoo-ya! Ireona! Ya!" Saehee mengguncang tubuh Kyungsoo tapi tidak juga ada respon.
"Aigoo apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Bawa aku ke apartemenmu." Tiba-tiba saja sebuah kalimat terlontar dari bibir Kyungsoo yang masih memejamkan matanya dan hal itu membuat Saehee terkejut.
"Ya! Kau tidak tidur? Apa yang kau lakukan di sini? Sana pulang! Di sini dingin!"
"Kubilang bawa aku ke apartemenmu!"
"Kau gila? Bisa mati aku jika tertangkap paparazi membawa seorang pria ke apartemenku."
"Kalau begitu aku tidak akan pulang."
"Yasudah kalau kau mau mati membeku di sini. Aku mau pulang!" Saehee melenggang pergi begitu saja meninggalkan Kyungsoo yang sudah dongkol. Pria itu pun bangun dan mengikuti Saehee di belakang.


"OMONA! Kau menguntitku?" Pekik Saehee ketika ia sudah sampai di depan apartemennya. Pria yang dilihatnya hanya tersenyum memamerkan gigi-giginya. Saehee segera melihat ke kanan dan ke kiri setelah dirasa aman ia segera menarik Kyungsoo masuk.

"Kau sudah gila? Untung saja tidak ada yang melihat!" Cerca Saehee setelah mereka berdua sudah berada di dalam.
"Maka dari itu aku mengikutimu supaya orang-orang tidak mengira bahwa kita saling kenal."
"Ah, dasar keras kepala! Sebenarnya apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin kau membuatkanku Hot Cocoa."
"Mwo? Hanya ingin meminum Hot Cocoa kau sampai datang ke apartemenku? Kau orang gila! Kau bisa meminta secara cuma-cuma pada hyungmu itu!"
"Tapi aku ingin kau yang buat." Saehee menatap namja di depannya horor. Lalu dengan terpaksa ia berjalan menuju dapur untuk membuatkan 'pesanan' Kyungsoo.
"Tch, dia kira aku ini pelayannya? Rasakan saja Hot Cocoa 'spesial' buatanku, namja manis!" Seringaian tampak di wajah berlesung pipi Saehee.
"Ini pesananmu." Ujar Saehee semanis mungkin seraya menyerahkan segelas hot cocoa pada Kyungsoo.
"Ah, gomawo." Tanpa basa-basi Kyungsoo langsung meneguk hot cocoa buatan Saehee tanpa curiga sedikit pun.
"Massitta?" Wajah Kyungsoo mulai berubah. Rongga hidungnya membesar.
"Haishh... hot cocoa macam apa ini? Kenapa.... shhhh pedas sekali?" Kyungsoo mengibas-ibaskan tangannya di depan lidhanya.
"Pedas? Ah, jinjja! Kurasa aku tidak sengaja memasukkan washabi ke dalamnya." Jawab Saehee santai seraya tertawa puas.
"MWO? Kau gila!!!" Dengan Panik Kyungsoo berlari ke arah dapur dan mencari air dingin.
"Hahahaha! Rasakan itu makhluk keras kepala!"


Ini sudah seminggu lebih Kyungsoo selalu mengganggu hari-hari tenang Saehee. Gadis itu memang cukup senang, tapi jika ia teringat bahwa Kyungsoo akan menikah ia akan kembali bersedih dan tidak berani terlalu berharap pada pria itu.


Hari ini adalah hari ulang tahun Saehee dan ini adalah kesempatan baginya untuk dapat mengundang seluruh teman-temannya. Tadinya Saehee berniat tidak ingin mengundang Kyungsoo ke pesta ulang tahunnya, tapi karena bujukan dari Sanjin akhirnya gadis itu mau mengundang Kyungsoo.


"Wah, pestamu ini meriah sekali."

"Benar! Omong-omong dari tadi aku belum melihat Kyungsoo, di mana dia?"
"Entahlah." Jawab Saehee acuh terhadap Miyoon dan Taemin.
"Saehee-ah, sebenarnya bagaimana perasaanmu terhadapnya?"
"Mwo? Nugu?"
"Kyungsoo. Apakah kau menyukainya?" Lanjut Miyoon.
"Aniya. Aku tidak menyukainya. Lagi pula kan ia akan menikah."
"Hey!!! Ada yang terjebak di balkon!!!!!" Teriak seseorang tiba-tiba dan hal itu membuat semua orang panik dan segera melihat ke tempat kejadian tak terkecuali Saehee sang pemilik acara.

"Astaga! Itu Kyungsoo!"

"Bagaimana ia bisa berada di sana?" Mendengar berbagai pekikan dari orang-orang tentang Kyungsoo membuat Saehee bertambah penasaran serta panik. Dilihatnya sebelah tangan Kyungsoo yang sudah berpegangan pada tiang balkon.
"Argh! Tolong aku!" Teriaknya yang membuat semuanya menjadi panik. Tangan Kyungsoo sudah tidak dapat menahan lagi karena tiang balkon yang licin dan akhirnya dengan naasnya Kyungsoo terjatuh ke bawah.
"AAAARRGHHHH!!!!"
"KYUNGSOO!!!!!" Teriak Saehee yang panik dan ia pun segera berlari ke bawah menghampiri tubuh Kyungsoo yang sudah tak sadarkan diri.
"Kyungsoo-ah! Ya! Do Kyungsoo! Ireona!" Kali ini Saehee sudah tidak dapat menahan air matanya lagi. Ia bersimpuh memangku kepala Kyungsoo.
"Kyungsoo-ya! Jebal ireona!" Saehee memeluk kepala Kyungsoo yang sudah memejamkan matanya.
"Nan... jeongmal saranghaeyo." Setetes air mata Saehee jatuh membasahi wajah Kyungsoo lalu sedetik kemudian mata itu terbuka membuat Saehee terbelalak kaget.
"Jeongmal?" Bahkan wajah itu kini tersenyum sumringah.
"Ya! Kau pura-pura?" Bentak Saehee antara kaget dan malu. Kyungsoo terkekeh pelan kemudian ia mendudukkan dirinya.
"Lihatlah ke atas!" Saehee pun menuruti ucapan Kyungsoo dan yang ia lihat sekarang adalah teman-temannya yang sedang  membawa kain besar bertuliskan 'Will You Be Mine?' serta kembang api indah yang meledak-ledak di langit. Mata Saehee berbinar. Sebuah tangan melingkari tubuhnya. Saehee menoleh dengan wajah harunya.
"Will you?" Ucap Kyungsoo. 
"Tapi... bukankah kau? Jisub?" Jawab Saehee terbata tak sanggup berkata-kata.
"Itu sudah berakhir." Saehee tersenyum bahagia dan ia pun mengangguk lalu memeluk Kyungsoo erat. Semua teman-temannya yang berada di atas menyoraki mereka berdua.
"Sekarang yang boleh kau panggil oppa hanya aku! Arasseo?"
"Ne! Kyungsoo oppa!"
"WOHOOOOOO!!!!!!" Sorakan teman-teman mereka bertambah kencang. Mereka bahkan menumpahkan seember kelopak bunga pada kedua sejoli itu.
"Akhirnya rencanaku berhasil." Heechul sudah berada di hadapan mereka berdua dengan membawa sebuket bunga di tangannya.
"Hyung?"
"Selamat ya! Kuharap hubungan kalian akan terus berjalan sampai kakek nenek." Heechul menyerahkan buket bunga itu pada Saehee.
"Gomawo hyung!"
"Ya! Do Kyungsoo! Park Saehee! Kalian harus berterimakasih pada Heechul hyung! Dialah Dewa Cupid kalian!" Teriak Tao dari atas. Kyungsoo mengernyit bingung.
"Mwo?"
"Jika dia tidak mengusulkan pada Yang Hyunsuk untuk mengadakan kolaborasi antar agensi, kalian tidak mungkin bertemu lagi!" Lanjut Chunji. Kyungsoo dan Saehee menatap Heechul tak percaya.
"Hyung... tapi, kupikir kau–"
"Ani! Aku tidak pernah menyukai Saehee. Selama ini aku mendekatinya karena aku ingin menyatukan kalian. Aku gemas sekali, kalian itu seperti Tom & Jerry. Jadi kenapa tidak kujodohkan saja kalian?" Saehee dan Kyungsoo tersenyum bersamaan.
"Lagi pula aku juga harus segera kembali ke Indonesia besok untuk menemui tunanganku." Lanjut Heechul.
"Mwo? Hyung, kau punya tunangan?"
"Tentu saja! Maka dari itu tidak mungkin kan aku menyukai Saehee?" Semua tertawa mendengar jawaban Heechul.

Sekarang semuanya kembali seperti dulu lagi namun perbedaannya kali ini sudah dengan memiliki pasangan masing-masing. Dan sekarang saatnya mereka semua bersulang.


"Hot Cocoa ini kuberikan kepada Tuan Do Kyungsoo." Ujar Saehee setengah bergurau seraya memberikan segelas Hot Cocoa pada kekasihnya itu.

"Dan Macchiato ini kupersembahkan untuk Nona Park Saehee yang paling kucinta."
"WOHOOOO!!!!" Semua kembali bersorak ketika mereka berdua saling bertukar minuman.
"Putriku memang sudah dewasa ya?"
"Eomma??" Pekik Saehee ketika menyadari si pemilik suara itu. Saehee begitu saja berlari memeluk ibu satu-satunya itu.
"Eomma.."
"Saengil cukha nae ttal." Saehee kembali memeluk ibunya dan aksi dramatis itu disaksikan oleh semua teman-temannya

Mereka semua mulai menari di lantai dansa. Semua tampak bahagia. Bahkan Seungho, Taehyun, dan juga Sunghee juga tururt hadir dalam pesta ulang tahun Saehee.


Kyungsoo menggenggam tangan Saehee erat. Kaki mereka beriringan dengan lagu dansa yang diputar. Suasana romantis mulai menyelimuti mereka semua.


"Park Saehee.."

"Ne?"
"Be Mine! Jadilah milikku!"
"Selamanya.. Do Kyungsoo."


-THE END-



________________________________________________________________________

Mian judul dan ceritanya nggak nyambung. (--)v