Blog featuring asian fanfiction and etc.

Tuesday 8 January 2013

Cocoa Macchiato (Part 1)


Author : Haepi Hun
Title : Cocoa Macchiato
Cast : - Do Kyungsoo/D.O (Exo-K)
          - Park Saehee (My sister/readers)
          - Kim Heechul (Super Junior)
Other Cast : - Ga Jaedong (OC)
                    - Poong Sanjin (OC)
                    - Moon Heejun (H.O.T) [Become Do Heejun for a while]
                    - Yang Seungho (Mblaq) [Become Do Seungho for a while]
                    - Kang Miyoon (OC)
                    - Choi Sunghee/Bada (S.E.S)
Rating : T, G
Genre : Romance, Family, Life, Friendship
Length : Chapter

__________________________________________________



_________________________________________________________________________________

'Author POV'

"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Tentu saja menandatangani kontrak itu. Kapan lagi ada orang yang akan mengontrak kita?"
"Geundae Saehee-ah... Aku masih belum yakin. Karena jaman sekarang ini sering terjadi penipuan. Kita jangan gegabah. Bisa saja kan orang itu penipu"
"Aigoo... Kalian ini terlalu banyak menonton film! Dengar ya! Kita jauh-jauh pergi dari Ansan dan Seongnam ke Seoul untuk mencari pekerjaan! Kalian tahu kan? Orang tuaku bahkan tak peduli padaku! Dia membiarkanku hidup sendirian di dunia ini!" yeoja yang di panggil Saehee itu nampak berapi-api. Kedua sahabatnya itu hanya bisa saling pandang.
"Jaedong-ah! Dimana semangat mu sebagai seorang namja? Dan kau Sanjin-ah! Kau tidak bisa terus-terusan menjadi seorang penakut! Kau tidak akan tahu hasilnya jika tidak mencoba!" ujar Saehee penuh penekanan.

Park Saehee, yeoja berusia 19 tahun yang malang. Kedua orang tuanya meninggalkan gadis kecil berusia 10 tahun yang waktu itu sedang kesulitan ekonomi. Saehee kecil hanya bisa menangis hingga akhirnya orang tua Sanjin, sahabat Saehee sekarang, menemukannya dan berniat untuk merawat Saehee. Ketika Saehee dan Sanjin berusia 14 tahun, ayah Sanjin meninggal dunia karena kanker otak yang di deritanya. Karena stres harus menghidupi dua orang dan dirinya sendiri, tak lama setelah ayah Sanjin meninggal sang ibunda pun menyusulnya. Sanjin amat frustasi. Tetapi jiwa semangat Saehee yang besarlah yang pada akhirnya membawa mereka sekarang ke Seoul.

Di Seoul, mereka berdua bertemu dengan seorang namja yang senasib dengan mereka. Dia bernama Ga Jaedong yang berasal dari Seongnam. Dia juga ingin mengubah hidupnya dengan mengadu nasib di Seoul. 
Karena hobi yang sama, akhirnya mereka bertiga sepakat untuk membuat grup musik jazz. Sanjin sebagai vocal, Saehee sebagai sub vocal, dan Jaedong sebagai gitaris. Sebetulnya mereka ingin sekali membeli saxophone namun karena keterbatasan ekonomi merekalah yang pada akhirnya harus memupuskan harapan mereka itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, itu artinya sudah waktunya mereka berangkat ke Restoran Abiko Curry di daerah Hongdae tersebut. Untuk apa lagi jika bukan untuk mencari won?

"Selamat malam pengunjung setia Abiko Curry. Malam ini De Melodie akan membawakan sebuah lagu yang di populerkan oleh duo gitaris hebat dari Negri Sakura. Kami persembahkan Tears Of Love dari Depapepe" suara feminim yang khas milik Poong Sanjin mengalun indah di telinga yang mendengarnya. Sebenarnya lagu ini hanya sebuah instrumental gitar namun De Melodie dapat memperbarui lagu ini dengan lirik yang pas dan tentunya sangat indah untuk di dengar. Ga Jaedong memang seorang musisi sejati. Dia dapat membuat lagu yang begitu indah termasuk merecycle lagu milik orang.

"Ini upah kalian bulan ini. Wah wah, sepertinya kemampuan kalian dalam bermusik semakin baik saja. Teriakan penonton 25% lebih keras dari biasanya" ujar Miyoon, manager Restoran Abiko Curry.
"Ne, noona. Kamsahamnida. Kami hanya melakukan yang terbaik" jawab Jaedong sambil membungkuk dan menerima upahnya secara bersamaan.
"Ne, arasseo. Geurae, sekarang aku harus menemui seseorang. Kalian bekerjalah yang giat. Annyeong!"
"Annyeong" sahut Saehee, Sanjin, dan Jaedong bebarengan.


~***~

"Jaedong-ah, Sanjin-ah! Ayo cepat! Nanti kita terlambat!" teriak Saehee sambil memakai sepatunya.
"Saehee, kau yakin benar-benar akan menandatangani kontrak itu?" tiba-tiba saja Jaedong muncul di belakang Saehee sambil membawa sepotong sandwich di tangan kanannya.
"Ne! Sudah kubilang berapa kali? Ayo cepat! Pakai sepatu mu!" Saehee hari ini benar-benar bersemangat karena ia akan menandatangani kontrak oleh salah satu perusahaan musik pendatang baru di Korea Selatan.

Akhirnya mereka bertiga pun sampai di depan sebuah gedung bercat coklat muda. Tidak terlalu besar tapi dengan sekali melihat saja orang-orang akan tahu bahwa itu adalah sebuah kantor. Di depannya tertera sebuah tulisan 'HD Entertainment' yang besarnya hampir menutupi sebagian atap gedung tersebut.

Saehee dan dua sahabatnya berjalan masuk ke dalam kantor itu. Berbeda dengan wajah Saehee yang berseri-seri, Sanjin dan Jaedong justru menampakkan wajah masam dan tidak nyaman. Mereka sudah dua kali di tipu oleh orang yang menawarkan kontrak kerja semacam ini. Ada sedikit rasa trauma dalam diri Jaedong dan Sanjin namun hal itu tidak mematahkan semangat sahabat mereka yang seperti Wonder Woman ini, Saehee. Kemauannya untuk menjadi lebih baik sangatlah besar.

"Permisi, kami ingin bertemu dengan Tuan Do" kata Saehee setelah mereka bertiga sampai di dalam dan bertemu dengan petugas resepsionis.
"Maaf, atas nama siapa?"
"Park Saehee"
"Baik. Mohon tunggu sebentar" seusai berbicara dengan Saehee, petugas resepsionis tersebut segera mengangkat telepon putih yang ada di atas meja resepsionis. Nampaknya ia sedang berbicara dengan pemilik perusahaan entertainment ini.
"Nona Saehee, anda bisa ke ruangan Tuan Do sekarang. Petugas kami akan mengantar anda" ujar petugas resepsionis itu dengan menunjukkan senyumnya.
"Ne, kamsahamnida" ucap Saehee dengan wajah berbinar.

Akhirnya mereka bertiga sampai di sebuah ruangan yang terletak di lantai tiga dengan pintunya yang berwarna hitam. Di depan pintu tersebut tertera nama 'Do Heejun'. Dengan perlahan Saehee mengetuk pintu tersebut lalu beberapa detik kemudian terdengar sebuah suara yang memersilakan mereka untuk masuk.

"Permisi, Tuan Do" ujar Saehee dengan ragu-ragu.
"Ah, silakan masuk" sambut seorang namja yang di sebut-sebut sebagai Tuan Do. Orang-orang mungkin akan mengira bahwa pemilik perusahaan ini adalah seorang bapak-bapak tua yang sudah berumur. Namun nampaknya pria ini belum terlalu tua. Rambutnya masih hitam legam di tambah postur tubuhnya yang agak berotot. Tidak begitu terlihat karena terhalang oleh jas kerjanya.
"Silakan duduk" ujarnya lagi sambil beranjak dari kursi kerjanya dan berpindah ke sofa berwarna putih yang berada di depan meja kerjanya. Saehee, Sanjin, dan Jaedong mengikutinya.
"Jadi anda Nona Park Saehee? Ada perlu apa anda datang menemui saya?" tanya pria berambut cepak ini santai sambil menyandarkan sebelah kaki kanannya pada kaki kirinya.
"Kami dari grup musik jazz De Melodie yang minggu lalu di tawarkan kontrak kerja oleh salah seorang pegawai HD Entertainment. Dan kami datang ke sini untuk menerima tawaran tersebut" jawab Saehee santun lalu melirik kedua temannya yang juga tampak sedang saling melirik. Pria bernama Do Heejun itu seketika mengernyitkan dahi. Menampakkan kerut-kerut samar di wajahnya yang masih terbilang tampan itu.
"Salah satu pegawai kami?" ulangnya dengan masih menautkan alis. Saehee dan lainnya mengangguk pelan.
"Ah, mohon tunggu sebentar di sini. Saya akan segera kembali" lanjutnya lalu bergegas keluar dari ruangan. Sanjin, Saehee, dan Jaedong saling bertatapan sepeninggal Do Heejun. Tatapan mereka mengisyaratkan kebingungan namun hal itu tak berlangsung lama karena beberapa menit kemudian Do Heejun kembali dengan membawa beberapa lembar kertas.
"Apakah maksud kalian tawaran ini?" tanyanya sambil menunjukkan lembaran brosur yang ia bawa pada ketiga sahabat itu.
"Ah, benar! Yang ini!" seru Saehee. Heejun mengembuskan nafas panjang sebelum kembali menjawab "Maaf, nak. Tapi sepertinya pegawai kami salah menyebarkan brosur. Ini memang brosur yang berisi tentang perusahaan kami yang sedang mencari talenta anak-anak muda. Tapi ini sudah tidak berlaku lagi sekarang. Tepatnya sudah habis satu tahun yang lalu. Mungkin kami akan membuka audisi tiga tahun lagi" ujar Heejun dengan wajah prihatin. Lagi-lagi Saehee saling bertatapan dengan kedua temannya dengan tatapan yang sama dengan Heejun.
"Jadi, ini bukan tawaran kontrak kerja? Melainkan audisi? Dan sudah tidak berlaku pula?" ulang Saehee sambil menelan liur. Heejun hanya tersenyum prihatin pada ketiga orang di hadapannya ini.
"Maaf karena kesalahan pegawai kami. Tapi jika kalian ingin ikut audisi kalian bisa mendaftar" ucapnya lagi. Seketika wajah ketiganya berbinar.
"Tiga tahun lagi" lanjut Heejun yang seketika itu juga membuat binaran wajah mereka menguap begitu saja.
"Ah, baiklah. Mungkin kami memang belum beruntung. Kalau begitu kami pamit undur diri, Tuan DO"
"Ah, ne. Sekali lagi saya sebagai presdir di sini mewakili para staff dan karyawan HD Entertainment untuk meminta maaf pada kalian semua"
"Ah, gwaencanhayo daepyunim. Tidak usah terlalu di pikirkan" jawab Saehee sambil berusaha tertawa "Kalau begitu kami pamit"
"Ah, ne. Silakan" Heejun pun segera membukakan pintu ruangannya pada ketiga anak muda tersebut.

"Ah, sudah kubilang bukan? Sia-sia kita datang ke sini" seru Jaedong sambil berjalan gontai.
"Memang tidak tertipu lagi tapi di beri harapan palsu. Ah, sama-sama menyakitkan" sambung Sanjin sambil mengerucutkan bibirnya. Saehee melirik kedua temannya sekilas sebelum mulai angkat bicara "Ne, ne. Aku yang salah. Tapi kan yang penting aku sudah berusaha" balas Saehee tak mau kalah sambil berjalan menuruni tangga menuju lift.
Karena tidak berkonsentrasi, Saehee pun menabrak seseorang hingga menyebabkan ponsel yang sedang di bawa orang itu terjatuh ke lantai.
"OMO!" pekik Saehee sambil relfek mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahu.
"Aigoo" pekik namja yang di tabrak oleh Saehee tak kalah hebat.
"Ah, omona. Joisonghamnida" ujar Saehee dengan nada sungkan. Pemuda itu segera mengambil ponselnya yang terjatuh.
"Omona! Joisonghamnida. Jeongmal joisonghamnida" ulang Saehee sambil beberapa kali membungkukkan tubuhnya. Bukannya marah namja itu malah tersenyum simpul pada Saehee.
"Gwaencanhayo. Hanya lecet sedikit" jawab namja itu yang membuat Saehee terdiam beberapa detik sambil menatapnya tanpa berkedip. Karena tak kunjung bergerak, akhirnya namja itu pergi meninggalkan Saehee dan teman-temannya.
"Ya! Saehee-ah! Gwaencanha?" tanya Sanjin sambil menepuk bahu Saehee.
"Ah? Ne?"
"Neo gwaencanha anira? Kenapa diam saja? Kau tidak apa-apa?" dengan wajah yang linglung Saehee menjawab "Ne. Tampan sekali" jawaban Saehee membuat Sanjin dan Jaedong mendengus malas lalu meninggalkan Saehee yang masih terpaku pada namja tadi.


'Author POV end'

'D.O POV'

Hari ini aku harus kembali ke kantor appa. Barusan beliau menelepon katanya ada yang ingin di bicarakan. Jika menunggu appa pulang ke rumah, itu tidak mungkin karena ketika appa pulang aku sudah tidur dan saat aku bangun appa sudah kembali pergi ke kantor. Benar-benar sibuk.

Kutelusuri jalan menuju lantai tiga ruangan appa. Beberapa staf dan karyawan yang ada menyapaku ramah. Kubalas sambutan mereka dengan tersenyum lebar. Sampailah aku di lantai tiga. Namun sial, aku harus bertabrakan dengan seseorang ketika menaiki tangga hingga menyebabkan ponsel yang sedang kupegang terjatuh cukup keras ke lantai yang licin dan keras.

Kuambil kembali ponselku yang lecet itu. Yeoja yang menabrakku nampak ketakutan dan merasa bersalah. Aku hampir saja marah kalau saja dia tidak menunjukkan ekspresi wajah seperti itu dan segera meminta maaf padaku berulang kali. Akhirnya kuurungkan niatku untuk memarahi yeoja yang sedikit berisi itu namun tetap tak menghilangkan kesan kyeopta di wajahnya.

Kurasa ia terus memandangku. Karena ia tak berbicara apa-apa lagi, kuputuskan untuk meninggalkannya menuju ruangan appa yang tinggal beberapa langkah lagi.

"Appa, kau di dalam?" tanyaku sedikit berteriak sambil mengetuk pintunya pelan.
"Ne, appa di dalam. Masuk saja" balas appa lalu aku segera membuka pintu perlahan dan duduk di kursi depan meja kerja appa.
"Kenapa appa memanggilku?" tanyaku sambil menyandarkan tubuh pada kursi berwarna hitam ini sambil mengambil buah anggur kesukaan appa yang terletak di atas meja lalu segera ku lahap habis.
"Kyung-ah, sore ini sepupu mu, Kim Heechul, akan datang dari Indonesia. Kau mau kan menjemputnya di bandara?" oh, Heechul hyung kembali ke Korea? Ah, pasti Heechul hyung sedang liburan dari negara The Ring Of Fire tersebut.
"Jinjja? Heechul hyung pulang? Ah, dengan senang hati aku akan menjemputnya" jawabku dengan nada gembira. Aku dan Heechul hyung memang sudah sering bersama sejak kecil. Meskipun usia kami terpaut jarak yang cukup jauh, namun hal itu tak menjadi penghalang bagi kami berdua untuk saling berbagi cerita dan bermain bersama. 

Ketika Heechul hyung masih SMA, dia sering mengajakku yang masih berusia lima tahun bermain ice skating juga belajar beatbox. Hingga sekarang kemampuan beatboxku semakin meningkat. Itu semua berkat Heechul hyung. Puncaknya adalah ketika ia memilih melanjutkan S3 di Indonesia. Aku sungguh sedih ketika ia akan meninggalkanku. Namun aku tetap menyemangatinya untuk mengejar cita-citanya tersebut.

Heechul hyung adalah orang yang tekun. Ia menyelesaikan S2 di usia 25 tahun dan memulai S3 di usia 27 tahun. Kini Heechul hyung baru menjalankan satu tahun S3 fakultas psikologi di Universitas Indonesia, Jakarta.

"Geundae appa, sepertinya nanti sore aku ada kelas. Bagaimana jika Seungho hyung saja yang menjemput?" tambahku dengan nada kecewa.
"Aish, kau lupa? Kakak mu itu kan sedang membantu Taehyun merawat ibunya di rumah sakit" aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Aku lupa, Seungho hyung sedang berada di Busan sekarang untuk membantu merawat calon mertuanya tersebut yang sedang sakit typhus.
"Ah, kalau begitu nanti aku akan coba menghubungi Heechul hyung bahwa aku akan sedikit terlambat" appa hanya manggut-manggut setuju.

~***~

Seusai kuliah, aku segera berlari menuju mobil Toyota Camry putihku. Teman-temanku seperti Tao, Chunji, dan Taemin meneriakiku untuk mengajak jalan-jalan tapi segera kutolak karena aku sudah terlambat duapuluh menit menjemput Heechul hyung.

At Incheon International Airport

Kukelilingi pandanganku pada seisi bandara namun batang hidungnya tak juga terlihat. Kulirik jam tangan puma tosca yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Ini sudah setengah jam terlambatku menjemput Heechul hyung. Apakah mungkin dia pulang sendiri karena terlalu lama menungguku? Tiba-tiba saja ponselku berdering. Panggilan dari Heechul hyung.

"Hyung? Kau ada di mana?"
"Aish, Kyungsoo-ah! Kenapa kau lama sekali? Aku sampai jamuran menunggumu. Sekarang aku berada di kedai sebelah bandara" jawabnya dengan nada kesal.
"Hehehe, mianhae hyung. Geurae, aku segera ke sana" segera kututup sambungan telepon dan bergegas melesat ke tempat yang Heechul hyung katakan.

"Hyung! Long time no see!" teriakku dari pintu masuk kedai yang melihat Heechul hyung di kursi paling pojok.
"Hey! Kyungsoo-ah!" balasnya lalu melambaikan tangan padaku. Aku berjalan ke tempat duduknya lalu segera memeluknya erat setelah sampai.
"Wahhh, kau semakin tinggi dan semakin tampan! Aku saja kalah" pujinya sambil menepuk kepalaku.
"Hehehe, hyung! Bisa saja" aku segera duduk di kursi depan Heechul hyung yang di ikuti olehnya.
"Bagaimana Indonesia?" tanyaku langsung sambil meletakkan ponselku di atas meja.
"Daebak! Kau harus ke sana Kyung-ah! Indonesia adalah tempat yang indah" matanya tampak sedang menerawang.
"Jinjja? Aku jadi penasaran seperti apa Indonesia yang kau puja-puja itu" balasku setengah mencibir. Heechul hyung langsung melirikku seakan tersadar dari fantasinya.
"Hey! Kau pasti akan ketagihan jika sudah berkunjung ke Raja Ampat, Papua!" serunya balas mencibirku.
"Ah ya. Aku pernah dengar tempat itu. Apakah lebih indah dari Seonsang Sunrise Peak?"
"Tentu saja! Tempat ini begitu luas dan lebih indah. Bahkan Gunung Halla, gunung tertinggi di Korea Selatan itu masih kalah tinggi oleh Gunung Mahameru yang terletak di Pulau Jawa. Kau tahu? Ketinggian puncaknya mencapai 3.676 dpl. Sedangkan Halla hanya 1.950 dpl. Kau bisa bayangkan setinggi apa Mahameru itu?" jelasnya panjang lebar dengan nada yang begitu  excited.
"Kau pernah ke sana?"
"Belum. Tempat terindah di sana yang baru kukunjungi baru Raja Ampat. Aku belum pernah ke Jawa" aku hanya mengangguk mengerti.

Sepertinya Heechul hyung sangat menyukai negara kepulauan tersebut. Aku jadi berpikir bahwa ia nantinya akan benar-benar meninggalkanku dan memilih untuk mencari yeoja Indonesia dan tinggal di sana. Yah, kedengarannya aku tampak seperti ibunya saja.

'D.O POV end'

'Saehee POV'

Jinjja! Aku bersumpah tidak akan pernah menyukai artis-artis dari HD Entertainment lagi! Kenapa harus tiga tahun lagi? Dan bagaimana bisa karyawan di sana begitu ceroboh? Padahal aku dan kelompok musikku sampai harus menjual gitar kesayangan Jaedong untuk membayar HD Entertainment jika nantinya kami akan benar-benar di trainee. Menyusahkan orang saja!

"Saehee-ah! Kenapa diam saja dari tadi?" tiba-tiba saja Sanjin duduk di sebelahku sambil melahap ramyun instannya. Aku hanya menggeleng.
"Sudahlah. Tidak usah di pikirkan! Paling tidak kan kita masih punya pekerjaan tetap di Abiko Curry"
"Tapi kita sampai harus menjual gitar kesayangan Jaedong! Dan yang kita miliki sekarang hanyalah gitar tua dengan suara yang sudah tidak lagi indah" jawabku ketus masih dengan rasa kesal karena menejemen tersebut.
"Yang penting kan masih bisa di gunakan. Lagi pula kita kan bisa meminjam gitar milik Miyoon eonni" aku hanya mendesah panjang meratapi hidupku yang malang ini.

Kutengok jam dinding yang tergantung di dinding dapur. Sudah pukul enam, itu artinya kini giliranku untuk belanja di mini market sebelah rumah kontrakanku.

Kupilih bahan makanan apa saja yang akan kubeli. Ketika aku akan mengambil ramyun instan, tak sadar aku bersebelahan dengan seseorang. Kulirik orang itu. Ah, namja ini tampan sekali. Lebih tampan dari namja yang pernah kutemui di HD Entertainment.

Sial! Sial! Sial! Bagiamana bisa aku seceroboh ini? Aku lupa membawa dompet sedangkan semua belanjaanku sudah masuk pada mesin kasir oleh barcode reader. Tidak hanya itu saja masalahnya, tapi aku sangat malu dengan namja tampan yang tadi kutemui. Ia sedang mengantri di belakangku untuk membayar sekarang.

"Ah, maaf. Tapi, saya lupa membawa dompet" ujarku sepelan mungkin pada yeoja penjaga kasir.
"Tapi agassi, semua barang anda sudah masuk dalam daftar dan anda harus membayar" sial! Orang ini malah menjawab pertanyaanku dengan keras! Pasti namja itu mendengar!
"Apa ada masalah?" Bingo! Namja tadi kini malah mendekati kami dan menanyakan masalahku. Turun sudah reputasiku.
"Ah, aniyo. Hanya ada sedikit masalah saja kok" jawabku cepat sebelum yeoja kasir ini yang menjawab.
"Kalau boleh saya tahu ada masalah apa?" tanyanya lagi. Oh Tuhan.. bisakah namja ini tak usah ikut campur? Dia hanya mempermalukanku saja.
"Nona ini lupa membawa dompetnya" aish! Aku kalah cepat oleh orang ini! Sekarang aku benar-benar malu! Eottohkaji?
"Oh... Berapa total belanjaan nona ini?"
"Semuanya 25.000 Won" kulihat namja itu mengambil sesuatu dari dalam dompetnya. Oh, tampaknya aku tahu apa yang akan dia lakukan.
"Ah, andwae ahjussi. Anda tidak perlu melakukan itu" cegahku cepat sebelum namja ini mengeluarkan dompetnya.
"Gwaencanha. Aku tidak keberatan. Dan satu lagi! Apakah aku tampak setua itu hingga  kau memanggilku ahjussi?" ujarnya sambil tersenyum miring lalu melanjutkan aktivitasnya kembali. Oh, senyumnya benar-benar membunuh!
"Ige. Belanjaan nona ini sudah lunas" namja ini memberikan beberapa lembar won pada yeoja penjaga kasir. Aku hanya menganga melihatnya.
"Ahjussi, em... maksudku.... Anda tapi tidak perlu melakukan ini semua. Anda bahkan tidak mengenal saya" kataku dengan wajah tak enak.
"Hey! Kita akan menghambat antrean!" lagi-lagi namja itu tersenyum miring lalu berjalan keluar mini market yang di ikuti oleh langkah kecilku.
"Emm... maaf. Tapi bisakah saya meminta nomor ponsel anda? Supaya saya bisa mengembalikan uang anda" lanjutku masih mengikutinya. Seketika langkahnya terhenti lalu tubuhnya menghadap diriku sambil tersenyum simpul.
"Tidak perlu agassi. Kau tidak perlu mengganti uangku. Itu tidak seberapa"
"Geundeyo.."
"Ah, sudahlah. Tidak perlu di pikirkan. Aku senang membantu orang lain. Annyeong" ucapnya cepat sambil membungkuk padaku lalu kembali melangkahkan kakinya pada sebuah mobil Toyota Camry putih. Aku mendengus memerhatikan namja itu hingga masuk ke dalam mobil tersebut di tempat penumpang bagian depan. Samar-samar kulihat pengemudi mobil itu. Ah, bukankah itu namja yang waktu itu kutabrak hingga ponselnya jatuh? Mungkinkah dia? Jika iya berarti ini merupakan suatu keajaiban untukku.

"Nawasseo" ujarku lesu sambil meletakkan sepatuku pada rak sepatu.
"Eo, Saehee wasseo?" pekik Jaedong dari arah ruang keluarga. Tak kuhiraukannya dan segera meletakkan barang belanjaanku di meja.
"Kau kenapa? Masih memikirkan masalah itu? Sudahlah Saehee-ah! Tidak usah terlalu di pikirkan" Jaedong menempatkan dirinya duduk di kursi sebelahku sambil melahap apel. Kuikuti dirinya dengan duduk di sebelahnya.
"Jaedong-ah. Kau tahu? Barusan ada seorang malaikat yang menolongku" ujarku dengan suara pelan.
"Mwo? Malaikat?" ulangnya sambil terus memakan apelnya. Aku mengangguk ringan menanggapi pertanyaannya.
"Tadi saat belanja aku lupa membawa dompet lalu tiba-tba ada seorang namja tampan yang dengan suka rela mau membayari seluruh belanjaanku"
"Whoa, mulia sekali orang itu? Lalu kau tidak berniat untuk mengganti uangnya?"
"Aku sudah meminta nomor ponselnya supaya aku bisa mengembalikan uangnya tapi dia bilang tidak perlu"
"Ah, pasti namja itu takut memberikan nomor ponselnya padamu"
"Wae?"
"Karena ia takut di goda oleh mu"
"YA! GA JAEDONG!" kulempar dirinya dengan sebuah gelas plastik yang ada di meja makan  dan bocah itu langsung kabur dariku sambil tertawa terbahak-bahak.



***


Dengan perasaan kacau kumasuki sebuah ruangan penitipan barang. Kuletakkan tasku di atas kursi dengan lesu hingga membuat Miyoon eonni menatapku heran.

"Neo wae geurae?" tanyanya yang berdiri di depanku sambil mengaduk secangkir kopi. Aku yang terduduk lesu perlahan mengangkat kepala dan menatap yeoja imut ini.
"Aniya. Nan gwaencanha"
"Jinjja? Geundae.. kau terlihat tidak sedang baik-baik saja hari ini" aku menggeleng pelan menanggapinya. Seakan mengerti perasaanku, Miyoon eonni tersenyum dan kembali berkata "Geurae. Kalau kau tidak mau cerita tidak apa. Aku tidak akan memaksa" ia menepuk bahuku pelan sebelum akhirnya sosok tingginya menghilang di balik pintu. Aku mengembuskan nafas pelan setelah Miyoon eonni benar-benar sudah pergi.
Tak berapa lama kemudian, pintu kembali terbuka. Membuatku terkesiap. 
Ah, Sanjin.
"Saehee-ah! Ppali! Sebentar lagi kita harus tampil"
"Oh... Ne".

Jinjja! Performku -kami- malam ini tak sebaik pada malam-malam biasanya. Aku sadar, sedari tadi aku jarang tersenyum pada pelanggan hingga Sanjin sesekali melirikku memberi kode namun tak kuhiraukannya.

"Saehee-ah! Neo wae geurae? Aish... arasseo! Aku tahu kau sedang sedih karena menejemen itu! Tapi kau tidak bisa terus-terusan begini! Kau lihat apa yang kau lakukan? Kau mengurangi jumlah tepuk tangan penonton!" cerca Sanjin menggebu-gebu ketika kami sedang berada di depan ruangan Miyoon eonni.
"Mianhae" hanya kata itu yang sanggup keluar dari bibirku saat ini. Kudengar ia mendecak kesal.
"Ya! Kau sendiri yang sering memarahiku dan Jaedong jika kami lengah! Tapi sekarang? Hanya masalah seperti ini saja kau permasalahkan? Kita bahkan sudah pernah di tipu dua kali, Saehee-ah!"
"Ehm.. Jogiyo.." suara berat seorang namja tiba-tiba membuat kami berdua menoleh ke arahnya. 

Dia!

"K..kau?" ujarku pelan sambil terus menatap wajahnya.
"Annyeong! Tak menyangka kita bertemu lagi" ujar namja itu sambil mengayunkan tangannya di depan wajahku. Lalu tiba-tiba tangannya sudah terulur padaku.
"Kim Heechul imnida" kata namja itu memperkenalkan diri.
"Ah, Park Saehee imnida" balasku menjabat tangannya.
"Aku sudah melihat perform kalian barusan. Dan kurasa, suara kalian cukup bagus" ujarnya lagi sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana jeans panjangnya. Aku dan Sanjin saling bertatapan mendengar ucapannya.
"Sebenarnya aku sudah beberapa kali melihat perform kalian saat aku makan malam di sini. Bahkan sebelum kejadian di mini market waktu itu aku sudah memerhatikan mu dan grup musik mu ini. Dan aku tertarik untuk memberikan kalian hadiah"
"Mwo? Mini market? Hadiah?" ulang Sanjin sambil menatapku.
"Ah, camkkanman gidaryeo" namja bernama Heechul itu pun melesat pergi lalu beberapa saat kemudian ia kembali dengan membawa sesuatu.
"Ige. Ini untuk kalian. Semoga bisa membantu grup musik jazz kalian" omona! Namja ini memberikan kami sebuah saxophone merk Selmer. Astaga! Apakah dia sadar? Selmer adalah saxophone merk paling mahal di antara yang lainnya. Harganya bahkan bisa 50 juta ke atas. Apa dia orang gila yang kaya raya?
"Omo! Ahjussi, anda... anda tidak perlu melakukan ini. Ini, sangat berlebihan" ujarku yang secara tak langsung telah menolaknya.
"Aniyo, gwaencanha. Ini adalah saxophone yang kubeli beberapa bulan lalu tapi tidak pernah kugunakan sebelumnya. Tadinya aku berpikir untuk belajar saxophone tapi ternyata kuliahku tidak bisa di selingi jadi... kuputuskan memberikan saxophone ini pada orang yang tepat" jelasnya. Aku ternganga. Orang yang tepat? Apakah itu artinya aku orang yang tepat menurutnya?
"Aku tidak tahu apakah kau bisa memainkan saxophone atau tidak. Tapi kuharap ini berguna. Dan kurasa kau bisa memainkannya karena waktu itu aku pernah sekali melihat mu memainkan sebuah clarinet dengan indah" lanjutnya sambil menyerahkan saxophone tersebut. Ah, ya. Lusa kemarin Miyoon eonni memang meminjamkan kami sebuah clarinet dan aku memainkannya ketika perform kemarin.
"Anda serius? Tapi ini adalah saxophone mahal"
"Tidak masalah. Bukankah aku sudah pernah bilang padamu bahwa aku senang membantu orang lain? Ah, dan satu lagi. Usiaku masih 28 tahun, jadi kau tidak perlu memanggilku ahjussi karena aku belum setua itu. Panggil saja aku Kim Heechul." ujarnya dengan tersenyum. Orang ini, apakah dia betul-betul malaikat penolongku? Kenapa dia begitu baik?
"Baiklah, aku harus pergi sekarang. Annyeonghaseyo" aku segera mencegahnya sebelum ia melangkahkan kaki.
"Camkkanmanyo"
"Ne?"
"Kamsahamnida. Jeongmal kamsahamnida" ujarku dan Sanjin bebarengan.
"Ne. Cheonmaneyo" jawabnya sambil menepuk bahuku pelan lalu ia kembali berjalan meninggalkan kami.
"Saehee-ah, kau berhutang cerita padaku tentang namja itu" Sanjin langsung menatapku tajam setelah namja itu benar-benar pergi. Aku hanya balas menatapnya sambil bersengir.

'Saehee POV end'

'D.O POV'

"Hyung! Lihat ini! Ada Forza Motorsport baru!" teriakku menghempaskan tubuh ke kasur Heechul hyung sambil menunjukkan majalah Xbox teranyar padanya. Heechul hyung masih terokus pada laptopnya tanpa melirikku sedikit pun.
"Kau masih suka bermain game itu?"
"Tentu saja hyung! Aku tak akan pernah bosan pada game in sampai kapan pun!" jawabku antusias.
"Kau ini! Dari pada kau terus mengurusi game itu, lebih baik nanti malam kau ikut aku makan di Abiko Curry" balasnya masih tetap berkutat dengan laptopnya.
"Hanya berdua saja, hyung?"
"Ani. Heejun samchon dan Sunghee gomo juga ikut"
"Appa dan eomma yang mengajak?"
"Hm" jawabnya singkat.

Malam pun tiba. Kami sekarang tengah menikmati makan malam kami di Abiko Curry. Tiba-tiba saja band restoran ini naik ke atas panggung kecil yang berada di depan meja kami dan mulai memainkan sebuah musik. Seorang yeoja di sebelah sang vokalis tampak begitu lihai memainkan saxophone-nya. Aku sampai terpukau. Aku belum pernah melihat seorang yeoja yang bisa memainkan alat musik yang sulit itu.
Camkkanman! Bukankah yeoja itu adalah yeoja yang menabrakku hingga membuat ponselku lecet? Apakah benar dia? Jadi dia adalah anggota grup musik jazz ini?

"Kau lihat yeoja pemain saxophone itu? Permainannya begitu indah. Saat kemarin aku meberinya saxophone itu, kupikir ia tidak bisa memainkannya. Ternyata malah ia begitu mahir. Tak sia-sia aku membantunya" ujar Heechul hyung tepat di telingaku. Seketika aku membulatkan mata.
"Mwo? Jadi saxophone yang yeoja itu mainkan adalah pemberian mu?"
"Eo"
"Kau tahu hyung? Sepertinya dia yeoja yang waktu itu pernah menabrakku di kantor appa hingga membuat ponselku terjatuh dan lecet"
"Jinjja? Aku pernah menolongnya juga ketika kami tak sengaja bertemu di mini market dan ia tidak membawa dompet lalu aku membayari belanjaannya" sekali lagi. Penjelasan Heechul hyung membuatku terkesiap. Ketika sedang bergelut dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba saja appa angkat bicara.
"Hei. Yeoja itu kan yang pernah datang ke kantor appa"
"Jeongmal?" tanyaku memastikan. Ah, kenapa dunia ini sempit sekali? Jangan katakan bahwa eomma juga mengenal yeoja itu!
"Apa eomma mengenalnya juga?" tanyaku menyelidik dan aku bernafas lega ketika mendapati eomma menggeleng ke arahku.
"Eomma tidak mengenalnya. Tapi appa pernah bercerita tentang yeoja itu" tambah eomma.
Jadi sebenarnya siapa yeoja itu?

-TBC-

No comments:

Post a Comment