Blog featuring asian fanfiction and etc.

Thursday 18 April 2013

Cocoa Macchiato (Part 5)

Author : Haepi Hun
Title : Cocoa Macchiato
Cast : - Do Kyungsoo/D.O (Exo-K)
          - Park Saehee (My sister/readers)
          - Kim Heechul (Super Junior)
Other Cast : - Ga Jaedong (OC)
                    - Poong Sanjin (OC)
                    - Moon Heejun (H.O.T) [Become Do Heejun for a while]
                    - Yang Seungho (Mblaq) [Become Do Seungho for a while]
                    - Kang Miyoon (OC)
                    - Choi Sunghee/Bada (S.E.S)
                    - Cho Kyuhyun (Super Junior)
                    - Lee Sungmin (Super Junior)
                    - Huang Zitao (Exo-M)
                    - Lee Taemin (SHINee)
                    - Lee Chanhee/Chunji (Teen Top)
                    (Rest you can find by yourself ^^) 
Rating : T
Genre : Romance, Family, Life, Friendship
Length : Chapter
__________________________________________________




_________________________________________________________________________________

'Author POV'

"Gomapseumnida ahjumma" Miyoon langsung saja mengambil makanan yang ada di dalam panci Sinseollo tersebut dan melahapnya.
"Massitta?"
"Uhm! Neomu massitta!" jawab Miyoon dengan mulut yang penuh. Baru kali ini Sanjin dan Saehee melihat tingkah kekanakan manajer mereka yang terkenal dewasa itu. Tiba-tiba ponsel Miyoon berdering. Ada satu pesan masuk.
"Whoa, malam ini Taemin mengajakku berjalan-jalan ke taman" pekik Miyoon sambil menekan tombol lock di pinggir ponselnya. Saehee dan Sanjin saling bertatap-tatapan sambil tersenyum.
"Ck aih.... eonni! Kau itu sebenarnya sadar atau tidak? Taemin sedang berusaha mendekatimu!"
"Itu benar! Akhir-akhir ini dia sering mengajakmu jalan-jalan dan ketika ada momen-momen seperti ini dia selalu tak mau jauh-jauh darimu. Ahh... neomu kyeopta!" ucapan kedua yeoja itu telah berhasil membuat semburat rona merah di pipi gadis berusia 25 tahun itu.
"Ah, ani. Kami bahkan terpaut jarak yang cukup jauh" elak Miyoon seraya melahap Sinseollo-nya.
"Eh, wae? Cinta itu tidak mengenal usia, keyakinan, dan ras. Cinta itu buta" ujar Saehee dengan wajah sok puitisnya yang membuat Sanjin memukul pelan lengan sahabatnya tersebut. Ketika sedang menikmati udara malam Gyeongju, sebuah suara mengejutkan ketiga yeoja itu.
"Kang Miyoon.."
"OPPA?????"




~Cocoa Macchiato~




Kedua insan itu saling menatap satu sama lain. Rasa senang, marah, dan sedih bercampur di dalam hati keduanya. Rasanya air mata ingin keluar mengalir di pipi gadis berparas ayu itu. Berbeda dengan namja yang kini tengah menatapnya dalam. Ingin sekali rasanya namja itu memeluk gadis yang sudah tiga tahun ini amat ia rindukan.

"Miyoon..." namja itu berjalan mendekati Miyoon namun gadis itu justru berjalan mundur menjauhinya, membuat namja rupawan itu melunturkan senyum yang tadinya sempat terukir di bibir tipisnya.
"Apa yang kau lakukan?" suara Miyoon terdengar tegas namun sedikit bergetar karena berusaha membendung air matanya.
"Miyoon, nan neomu bogosippeo" ujarnya lirih yang membuat Miyoon terkekeh meremehkan.
"Mwo? Apa kau bilang? Setelah tiga tahun meninggalkanku sekarang kau masih bisa mengatakan rindu?" Saehee dan Sanjin mulai merasa takut jika terjadi 'peperangan' di sini. Niatnya liburan ingin bersenang-senang malah jadi bersedih-sedih. Di antara dari mereka berdua tidak ada yang berani menarik Miyoon kembali untuk dinasihati.
"Mianhae. Nan jeongmal mianhae"
"Saehee-ah! Eotteokaji?" bisik Sanjin seraya merangkul lengan Saehee.
"Nado molla! Aishh, kenapa jadi begini?" rutuk Saehee.
"Saehee! Sanjin!" panggil Miyoon tiba-tiba yang membuat kedua yeoja itu terkesiap sekaligus takut.
"N..nn... Ne?"
"Jibe kaja!" ajaknya seraya menatap tajam namja di depannya sebelum akhirnya berjalan pergi meinnggalkannya sendirian yang masih terpaku di tempatnya.
"Eiyy, tapi... tapi makanannya belum habis" cegah Saehee yang sudah ditarik-tarik pergi oleh Sanjin.
"Aisshhh kau ini makanan saja yang kau pikirkan! Keadaan sedang genting! Ppali!!"
"N..ne..ne" Saehee masih saja menatap Sinseollo-nya yang belum ia habiskan dengan wajah yang ingin menangis.
"Bye bye massitta Sinseollo.."
"PPALIWA!!!!"


~***~

Seorang namja tengah duduk di suatu kursi panjang berwarna coklat tua di taman yang kini sudah mulai ramai oleh para pengunjung Villa. Ia membawa sebuah boneka gajah berwarna biru dengan mata yang besar. Namja itu sudah menerawang bagaimana nanti saat ia menyerahkan boneka itu pada yeoja yang ia tunggu-tunggu.

5 menit..

10 menit....

30 menit.....

60 menit....

Namja itu mulai menghela nafas panjang. Yeoja yang ia tunggu tak kunjung datang hingga akhirnya seseorang datang menghampirinya.
"Taemin-ah, kau masih menunggu Miyoon eonni?" tanya seseorang itu yang ternyata Sanjin seraya duduk di sebelah Taemin. Dengan wajah lesu namja itu menjawab "Ne. Dari mana kau tahu?"
"Ceritanya panjang. Dan aku ke sini ingin mengingatkanmu supaya kau kembali saja ke Villa. Ini sudah malam"
"Ani. Aku akan tetap menunggu Miyoon Manajer di sini" Taemin tetap bersikukuh pada pendiriannya. Kini giliran Sanjin yang mengembuskan nafas panjang.
"Dia tidak akan datang!" ujar Sanjin sambil menatap Taemin dalam. Namja itu menatap yeoja di sebelahnya terkejut.
"Mwo?"
"Lebih baik sekarang kau ikut aku ke Villa! Jika kau melihat keadaan Miyoon eonni kau akan tahu sendiri nanti. Kaja" Sanjin menarik lengan Taemin yang hanya pasrah ia bawa.

Taemin melihat Miyoon yang hanya berdiam diri di dalam kamarnya bersama Saehee. Sanjin menunjukkannya dari luar kamar yang pintunya sedikit terbuka.
"Dia sedang bersedih. Tidak mungkin kan jika dia tetap datang menemuimu?" Sanjin menepuk bahu Taemin pelan lalu meninggalkannya untuk membantu Jaedong yang sedang membuat makan malam.



***

"Wah sudah pagi" Saehee merentangkan kedua tangannya ke udara. Dilihatnya Miyoon dan Sanjin masih pulas tertidur.

Mereka pasti kelelahan.

Karena tidak tega membangunkan mereka, Saehee pun beranjak dari kasurnya dan berniat berjalan-jalan sendiri menghirup udara pagi Gyeongju. Namun ketika ia akan mengenakan sepatunya, seseorang turun dari kamar atas. Mereka berdua saling beradu pandang. Namja itu kembali melanjutkan jalannya dan mengambil segelas air putih di dispenser.

"Kau mau jalan pagi?" tanya namja itu tiba-tiba yang melihat Saehee sudah mengenakan celana training dan sweater. Hal itu tentu saja membuat Saehee keheranan.
"N..ne"
"Jalan bersama?"
"Ne?"

Mereka kini sudah berada sekitar 1 km dari Villa. Saehee masih tak percaya bahwa namja sedingin Kyungsoo mau mengajaknya jalan pagi bersama. Itu merupakan suatu kemajuan. Tiba-tiba dari arah seberang Saehee melihat seorang ibu yang tengah kesulitan dengan barang bawaannya. Wanita paruh baya itu terlihat kelelahan dan berpeluh padahal udara musim dingin sudah mulai terasa sejak dua hari lalu. Kasihan melihat ibu itu, Saehee pun berinisiatif untuk membantunya.

"Kyungsoo-ah. Kau tunggu sebentar di sini ya. Atau kalau kau mau ikut juga tidak masalah" Saehee bergegas menyeberangi jalan dan membantu ibu itu membawakan barang-barangnya. Kyungsoo terenyuh melihatnya. Pikirnya seorang yeoja seperti Saehee yang suka marah-marah ternyata bisa juga berbakti. Namja itu pun mulai menyebrangi jalan dan ikut membantu ibu itu.
"Mari saya bantu"
"Ah, terima kasih anak muda. Kalian benar-benar anak yang baik".

Karena keadaan ibu itu yang tidak memungkinkan, akhirnya Saehee terpaksa pulang menaiki bus karena ia harus mengantar ibu itu sampai di rumahnya. Padahal ia berniat olah raga pagi ini.

Keadaan bus sangat penuh sesak. Hanya ada satu kursi penumpang dan Saehee pun memersilakan ibu itu untuk duduk. Bus pun berhenti namun hanya satu penumpang saja yang keluar dari bus.

Ah sial! penumpang sebanyak ini hanya satu orang yang turun? Yang benar saja!

Di antara dari mereka berdua tidak ada yang menempati kursi kosong tersebut. Mereka saling diam mengisyaratkan agar kau-saja-yang-duduk. Namun akhirnya Kyungsoo angkat bicara juga.
"Ayo duduk! Kursi itu kosong"
"Ah, aniya. Kau saja"
"Aku ini namja! Jika sampai aku tidak mengalah pada yeoja jangan sebut aku ini pria" jawab Kyungsoo ketus namun hal itu justru membuat Saehee tersenyum-senyum sendiri.

Akhirnya mereka sampai di rumah ibu itu yang ternyata bernama Sujin. Ternyata wanita itu memiliki toko bunga di rumahnya dan tadi ia baru saja mengambil bunga-bunga di pasar untuk ia rangkai dan ia jual.

"Wah, rumah ahjumma bagus sekali. Seperti di taman" Saehee terkagum-kagum melihat rumah Sujin yang penuh dengan berbagai macam bunga dan tanaman.
"Hahaha, tentu saja. Aku ini kan penjual bunga. Mari masuk" mereka berdua pun memasuki rumah yang tidak terlalu besar itu.
"Maaf, hanya ada ini" Sujin menyuguhkan dua cangkir teh hijau untuk Saehee dan Kyungsoo.
"Ne, gwaencanhayo ahjumma. Teh hijau baik untuk kesehatan" ujarnya seraya tersenyum simpul. Saehee melihat-lihat foto yang terpajang di atas piano besar. Sebuah foto keluarga yang terdiri dari seorang namja dewasa, seorang yeoja dewasa, dan dua bocah kecil namja dan yeoja. Mereka berdua terlihat lucu.
"Ahjumma, apakah itu suami dan anak-anak ahjumma?" tanya Saehee menunjuk foto itu.
"Ne. Bocah laki-laki itu adalah anakku yang pertama dan yang bocah perempuan itu anakku yang kedua"
"Wah, kalain terlihat serasi" seketika wajah Sujin berubah murung mendengar ucapan Saehee.
"Geundae... kami berpisah 9 tahun yang lalu"
"Ne?" Saehee kini menatap Kyungsoo yang juga tengah menatapnya.
"Dulu suamiku adalah anggota tentara militer. Lalu ketika ada serangan dari Korea Utara suamiku tertembak dan juga anak pertamaku. Aku sangat sedih dan ketakutan kala itu. Akhirnya karena khawatir terjadi sesuatu pada putriku aku pun membawanya jauh-jauh dari tempat peperangan itu. Kuletakkan ia di sebuah gerobak sayur dan kutinggalkan dia. Dan sampai sekarang aku tidak tahu di mana dia dan bagaimana kabarnya. Apakah ia masih hidup atau tidak" jelas Sujin panjang lebar yang matanya nampak berkaca-kaca.

Saehee menepuk bahu Sujin pelan berulang kali.
"Mianhaeyo ahjumma. Aku tidak tahu"
"Gwaencanha. Lagi pula jika Tuhan berkehendak aku yakin kami pasti akan dipertemukan kembali" Saehee tersenyum.

Hari sudah mulai siang, Saehee dan Kyungsoo pun pamit untuk pulang. Mereka menunggu di halte bus. Tidak ada yang berbicara. Mungkin masih merasa canggung.
"Dia mirip dirimu ya" ucap Kyungsoo tiba-tiba. Matanya masih menatap lurus ke depan. Saehee menoleh ke arahnya.
"Mwo?"
"Sujin ahjumma" kini Kyungsoo menghadap Saehee,  "Dia mirip denganmu" lanjutnya.
"Ah... tidak mungkin" Saehee mengibaskan tangannya di udara sambil tersenyum tipis. Sesungguhnya ucapan Kyungsoo membuatnya berpikir karena ia merasa bocah perempuan yang berada di dalam foto itu memang sedikit mirip dengannya.
"Ah, bus-nya sudah datang. Kaja"


"Nah ini dia! Baru saja dibicarakan" ujar Kyuhyun tiba-tiba yang sedang menyantap serealnya bersama yang lain di meja makan ketika Saehee dan Kyungsoo memasuki kamar Villa.
"Kalian kemana saja? Pagi-pagi aku sudah tidak menemukanmu di kasur" Miyoon melahap apelnya.
"Benar! Padahal kau kan selalu bangun siang!" lanjut Sanjin.
"Mianhae. Aku tadi jalan-jalan pagi dengan Kyungsoo. Maaf tidak membangunkan kalian. Kalian terlihat kelelahan" jawab Saehee sambil meletakkan bungkusan bibimbap yang tadi diberikan oleh Sujin di meja.
"Whoa, igo mwoya?" tanya Chunji semangat. Penciuman makanannya mulai sensitif.
"Oh, ini. Tadi aku bertemu seorang ibu yang kesulitan lalu aku membantunya dan mengantar sampai ke rumahnya lalu ketika pulang kami diberikan bibimbap" jelas Saehee yang membuat semuanya ternganga. Bukan ternganga melihat kebaikan Saehee tapi ternganga melihat bibimbap yang dibawa olehnya yang tercium menggiurkan.

Setelah sarapan, mereka semua begegas menuju suatu tempat yang pasti ramai oleh pengunjung yang berlibur ke Gyeongju. Anapji Pond. Di sana terkenal dengan rekonstruksi paviliun di tengah-tengah kolam Anap-nya.

"Sunbae! Tolong fotokan aku dengan Yoojin" teriak Jinhae pada Sungmin yang sudah siap di depan paviliun itu. Sungmin berjalan mendekati mereka dengan memasukkan kedua tangan di kantong mantelnya. Salju memang sudah mulai turun perlahan-lahan dan membuat mereka semua harus mengenakan topi rajutan, tapi hal itu tidak menggoyahkan keinginan mereka untuk bersenang-senang.
"Hana... Dul... Set! KIMCHI!!!!" Jinhae dan Yoojin melihat hasil foto Sungmin. Mereka berdua tertawa bersama melihatnya.
"Kini giliranku" tiba-tiba saja Sungmin merangkul Jinhae dan mengarahkan kamera ke arah mereka berdua. Jinhae nampak terkejut dan Yoojin hanya bisa menahan tawa melihat reaksi sahabatnya itu
"KIMCHI!!!!" Sungmin memuji hasil fotonya bersama Jinhae. Yeoja itu terlihat tersipu.

Di tempat lain, Chunji memohon-mohon pada Mai supaya ia mau diajak untuk berfoto bersama tapi yeoja itu menolak dan justru selalu ingin bersama Kyungsoo namun namja itu selalu menjauh. Ia lebih memilih jalan-jalan bersama Taemin dan Jaedong, mengambil gambar tempat-tempat indah di Anapji Pond.

"Sanjin! Di sana ada perahu bebek besar! Ayo kita naik!" ajak Saehee namun Sanjin justru menampakkan wajah tak nyamannya.
"Saehee-ah, mianhae. Geundae, Jaedong sudah mengajakku duluan" jawab Sanjin pelan sambil menunjuk Jaedong yang sudah memanggil Sanjin dan menunjuk ke arah perahu bebek itu. Saehee mendesah frustasi.
"Ah, baiklah"
"Mianhe Saehee-ah" Sanjin berjalan menjauhi Saehee menuju tempat Jaedong.

Kyungsoo melihat Saehee yang nampak murung. Ia berniat untuk menghampirinya namun seseorang sudah lebih dulu mendatangi Saehee dan mengajaknya untuk naik perahu bersama. Saat itu juga Kyungsoo melunturkan senyumnya melihat Heechul berjalan dengan Saehee lalu menuntun yeoja itu untuk menaiki perahu kayuh tersebut.

"Oppa!!! Ayo naik perahu itu!" tiba-tiba Mai sudah berada di hadapannya sambil menarik-narik lengan Kyungsoo.
"Geundae...."
"Ahhh ayolah oppa! Aku ingin naik perahu itu bersamamu" akhirnya dengan berat hati Kyungsoo mengikuti yeoja pengganggu itu dan terpaksa menaiki perahu bersamanya. Padahal awalnya ia ingin menaiki perahu bersama Saehee.
"Mai! Ahh kenapa kau malah naik perahu bersama Kyungsoo?" teriak Chunji frustasi yang meratapi kepergian Mai dengan sahabatnya. Namun tiba-tiba seseorang mengejutkannya dari belakang.
"Naik bersamaku saja oppa!"
"Eh? Ilsun?" pekik Chunji.
"Kaja oppa!!"
Akhirnya mereka berdelapan bersama-sama menaiki perahu kayuh berbentuk bebek itu yang satu perahu hanya untuk dinaiki dua orang dewasa saja.

Tak terasa hari mulai senja. Ilsun mencetuskan untuk melihat sunset dari atas perahu besar yang berada di tengah danau. Heechul dan yang lainnya pun langsung menyetujui idenya tersebut.

"Kadang-kadang kau berguna juga ya" ujar Heechul seraya mengacak rambut Ilsun.
"Aishh oppa! Aku ini memang selalu berguna! Maka dari itu kau seharusnya senang aku ikut liburan bersama kalian" jawabnya kibir sambil mengibaskan rambutnya. Heechul hanya menatapnya mencibir.

Di pojok perahu Miyoon menatap air danau yang begitu tenang. Pikirannya melayang-layang memikirkan namja yang tadi malam ia temui di kedai Sinseollo. Hatinya kacau, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan jika kembali bertemu dengan namja itu. Orang yang sudah meninggalkannya ketika yeoja itu sudah memantapkan hati padanya.

Sebuah tangan tiba-tiba menyentuh punggung tangannya yang halus, membuatnya harus mengalihkan pandangan dari beningnya air danau.
"Apa yang kau pikirkan?" Miyoon menggeleng pelan sambil tersenyum.
"Aku berpikir ternyata kehidupan anak-anak seumuran kalian ini begitu menyenangkan. Aku merasa iri."
"Wae? Yang penting sekarang Miyoon Manajer sudah ikut berlibur bersama kami. Lalu apa lagi yang Manajer inginkan?"
"Ani. Aku tidak bisa selalu ikut bergaul bersama kalian karena aktivitas kita sudah berbeda. Yang ada dalam aktivitasku hanyalah formalitas, kerja, dan kekakuan. Tidak ada tawa yang menggila seperti kalian" Miyoon menghela nafas panjang. Menghirup dalam-dalam aroma air danau yang menyeruak ke dalam hidung.
"Semuanya pasti juga akan merasakan itu" Taemin mengeratkan genggamannya yang membuat Miyoon harus menoleh lagi ke arahnya dan menatapnya bingung.
"Melupakan seseorang memang sulit ya" perkataan Taemin telak membuat Miyoon meneteskan airmatanya. Melihat itu langsung saja Taemin menghapus jarak di antara mereka. Miyoon sesenggukan di bahu anak laki-laki itu.

Tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya terdengar suara isak tangis Miyoon. Selama satu menit mereka masih dalam posisi seperti itu hingga akhirnya yeoja itu mengangkat kepalanya setelah dirasa tangisnya sudah cukup reda.

"Mianhae. Bajumu jadi basah" ujar Miyoon sambil menghapus sisa-sisa air matanya. Langsung saja tangan Taemin bererak menghapus airmata yeoja di depannya itu dan membuatnya hanya terdiam dengan perlakuan Taemin.
"Menangis memang dapat meringankan beban pikiran jadi menangislah sepuasnya karena bahuku..." Taemin menepuk bahu sebelah kanannya, "Akan selalu ada untuk Manajer" lanjutnya yang justru membuat Miyoon terkekeh geli melihat tingkah Taemin yang sok dewasa.
"Gomawo Taemin-ah" kini Miyoon kembali tersenyum karena bocah itu.


Matahari mulai pulang ke peraduannya. Momen-momen seperti ini tidak begitu saja dilewatkan oleh orang-orang apa lagi mungkin ini merupakan matahari terakhir yang dapat mereka lihat sebelum besok langit mendung yang akan menurunkan lebih banyak lagi salju.

"Waahhh neomu yeppeo" pekik Miyoon. Taemin memandangi wajah Miyoon yang nampak berseri-seri. Ia berharap yeoja ini akan selalu bahagia jika berada di dekatnya.
Ternyata tindakan Taemin tersebut diperhatikan oleh Saehee, Heechul, Kyuhyun, dan Jaedong.

"HIIYYAAA!!!!"
"ASTAGA!!!!" pekik Taemin terkejut karena keempat orang yang dari tadi memerhatikannya kini  berteriak tepat di telinganya. Hal itu tenutnya juga membuat Miyoon terkejut.
"Aaaa Taeminnie ketahuan!" canda Kyuhyun dan Saehee seraya tertawa geli.
"Ya! Apa yang kalian lakukan?!" bentak Taemin geram sekaligus malu.
"Ahhh Miyoon eonni beruntung ya! Ada yang menjaga" goda Saehee sambil melirik Taemin. Miyoon hanya tersenyum malu.
"Hey! Hey! Sebaiknya kita jangan mengganggu mereka! Gatci kaja!" ajak Jaedong dengan nada menggoda. Taemin menatap keempat temannya itu sinis yang mulai berjalan pergi meninggalkan mereka. Berbeda dengan Miyoon yang justru menatap mereka dengan tersenyum geli.
"Mereka benar! Aku memang beruntung!" tiba-tiba Saehee menyandarkan kepalanya pada bahu Taemin. Tentu saja Taemin langsung salah tingkah dan menjadi gugup.

Setelah puas dari Anapji Pond dan makan malam, mereka semua bermain salju di sebuah bukit yang tak jauh dari Villa. Karena hari sudah malam, pengunjung tidak begitu banyak yang datang namun karena kedatangan mereka bukit menjadi lebih ramai.

"Jaedong! Tangkap ini!"
"Tao!! Kejar aku!"
"Hey! Kyungsoo! Awas!"
Berbagai teriakan di lontarkan oleh mereka semua. Ada yang membuat manusia salju, perang salju, dan bermain selancar es.
"Ilsun-ah! Ayo kita taruhan!" ucap Mai tiba-tiba.
"Taruhan apa?"
"Siapa yang berani berlari sampai ke sana, dialah yang berhak mendapatkan 50.000 won!" Mai menunjuk sebuah tempat yang sudah diberi papan peringatan bahwa siapa pun dilarang naik ke sana. Dengan angkuh Ilsun menatap Mai.
"Ok! Siapa takut?!" mereka pun mulai berlari menuju tempat berbahaya itu. Saehee yang melihat mereka berdua langsung saja berteriak panik namun di antara dari teman-temannya tidak ada yang mendengar. Akhirnya Saehee berniat untuk mengejar mereka berdua sendirian.

"Mai! Ilsun! Jangan ke sana! Di situ bahaya!" teriak Saehee entah sudah yang ke berapa kali. Akhirnya mereka berdua menoleh ke arah sumber suara yang telah meneriakkan nama mereka ketika kedua yeoja itu sudah memasuki wilayah bahaya tersebut. Ilsun dan Mai saling berpandangan. Pandangan yang mengisyaratkan kelicikan.
"Ilsun-ah! Kali ini lupakan soal taruhan! Aku punya ide untuk yeoja itu" bisik Mai sambil tersenyum iblis.
"Ya! Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Saehee lagi sambil mengatur nafasnya.
"Ayo kembali!" bukannya menjawab Mai malah mengacak-acak rambut Saehee yang membuat yeoja itu memberontak dan menepis tangan Mai kasar.
"Ya! Mai! Hentikan! Apa yang kau lakukan?!" bentak Saehee. Dengan wajah yang di buat-buat khawatir, Mai berkata "Omona! Gelangku! Omo! Itu adalah gelang pemberian mendiang kakekku!" mata Mai sudah mulai berkaca-kaca lalu ia bersimpuh di atas salju, berpura-pura mencari gelangnya yang hilang.
"Ahhh joisonghaeyo haraboji. Aku menghilangkan gelang itu" Ilsun menepuk-nepuk bahu Mai, bermaksud menenangkannya.
"Sudahlah! Jika sudah terjatuh di sini pasti tidak akan ketemu!" ujar Ilsun berpura-pura menasihati.
"Shireo! Ini semua karena Park Saehee! Gara-gara dia gelangku jadi terlempar. Ahhh gelangku" kini Mai menumpahkan airmata buayanya. Saehee menjadi merasa bersalah.
"Aish, eottokhaji?"
"Ya! Park Saehee! Kau harus tanggung jawab! Aku tidak mau tahu! Kau harus menemukan gelangnya sampai ketemu!" Ilsun memapah Mai berdiri yang masih berpura-pura menangis. 

Mereka berdua berjalan menjauhi Saehee dengan sedikit terkikik lalu Mai menunjukkan tangannya yang masih terlingkar oleh gelangnya lalu keduanya kembali terkekeh kecil dan melakukan tos.

"Aduh, bagaimana aku mencarinya? Tempat ini sangat luas! Ah, dasar menyusahkan! Jelas-jelas dia sendiri yang tiba-tiba mengacak-acak rambutku!" gerutu Saehee kesal sambil terus mencari di hamparan salju yang begitu luas.

"Ayo kita pulang!"
"Eit! Tunggu! Dimana Saehee?" cegah Heechul sebelum semua teman-temannya kembali ke Villa. Kyungsoo yang sejak tadi bermain bersama Tao kini mulai menyadari bahwa tidak ada Saehee dari tadi.
"Saehee tadi sedang pergi ke mini market. Dia bilang nanti akan pulang sendiri" sahut Ilsun dusta.
"Oh, begitu. Baiklah, sekarang ayo kita kembali ke Villa" mereka pun mulai berjalan meninggalkan bukit namun tidak dengan Heechul. Ia tidak sepenuhnya percaya pada perkataan Ilsun. Akhirnya Heechul berjalan berlainan arah. Melihat itu Kyungsoo juga berjalan menyusul Heechul. Ia sangat yakin bahwa tadi Ilsun, Mai, dan Saehee berjalan ke arah wilayah berbahaya itu terakhir kali.

Dengan jalan yang berbeda Heechul dan Kyungsoo tetap semangat mencari Saehee. Bisa berbahaya jika seseorang berada di tengah padang salju seperti ini di malam hari.

Tiba-tiba Kyungsoo mendengar sebuah suara yang meronta minta tolong namun suaranya sudah terdengar lemah dan hampir merintih. Lalu Kyungsoo berlari ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia melihat sebuah tangan yang masih bertahan pada tebing jurang. Ia tengok si pemilik tangan dan suara tersebut.

"Saehee?! Aigoo!" Kyungsoo langsung panik melihat bahwa orang yang terjebak di jurang itu ternyata adalah Saehee. Segera ia mencari sesuatu untuk menahan dirinya selagi ia menarik tangan Saehee. Akhirnya tangan Kyungsoo berpegang pada sebuah batu besar dan sebelah tangannya menarik tangan Saehee.
"Ppali! Pegang tanganku!" titah Kyungsoo dengan nada suara yang panik.
"Tidak bisa. Tanganku tidak cukup kuat" jawab Saehee lemah. Wajahnya begitu pucat dan sangat lemas.
"Kau pasti bisa Saehee-ah! Cepat pegang tanganku" tiba-tiba sebuah tangan memegang tangan Kyungsoo. Ia menoleh.
"Hyung?"
"Saehee! Cepat pegang tangan Kyungsoo! Aku akan menarik kalian berdua! Kau pasti bisa!" ucap orang tersebut yang ternyata Heechul.

Akhirnya dengan keyakinan yang besar Saehee bersusah payah mengangkat sebelah tangannya untuk berpegangan pada tangan Kyungsoo. Setelah berhasil Heechul langsung menarik tubuh Kyungsoo yang juga menarik tubuh Saehee.

"Ah, Saehee-ah. Gwaencanha?" setelah berhasil naik, Kyungsoo langsung menepuk pipi Saehee berulang kali.
"Aigoo, tubuhnya panas sekali"
"Cepat bawa dia ke Villa, Kyung-ah" Kyungsoo dan Heechul pun segera memapah Saehee berjalan menuju Villa.

Ketika akan keluar, ternyata gerbang bukit tersebut sudah di tutup. Heechul dan Kyungsoo mendesah frustasi.
"Kyung-ah! Aku ada ide! Kau tunggu sebentar! Aku akan segera kembali! Ah ya, jaga Saehee!" Heechul pun berlari menjauhi Kyungsoo dan Saehee.

Kyungsoo menatap ke arah Saehee yang sudah lemah tak berdaya, bahkan untuk berdiri pun ia sudah tidak sanggup.
"Ini pasti ulah Ilsun dan Mai!" gumam Kyungsoo. Ia melihat tubuh Saehee yang sudah menggigil kedinginan. Bibirnya bahkan sudah berubah biru. Takut terjadi sesuatu pada Saehee, Kyungsoo langsung menggendongnya di punggung dan membawa Saehee ke pohon terdekat. Ia lepas mantelnya sendiri dan memakaikannya pada Saehee juga syalnya. Kini namja itu hanya berbalut sebuah kaos tipis berwarna putih.

Kyungsoo menggenggam kedua tangan Saehee lalu menggosok-gosok dan meniupnya, berusaha menghangatkan tangan Saehee namun yeoja itu tetap tak berhenti menggigil. Akhirnya Kyungsoo merapatkan dirinya dengan Saehee lalu mendekap yeoja itu.

"Kau bisa terkena hipotermia" ujar Saehee tiba-tiba yang berusaha melepaskan dirinya dari Kyungsoo dan menyerahkan syal milik namja itu kembali dengan tertatih.
"Ani. Kau yang akan terkena hipotermia jika melepaskan mantel dan syalku! Sudahlah, begini saja sudah cukup hangat" jawab Kyungsoo sambil kembali merapatkan jarak antara dirinya dan Saehee. Yeoja itu tersenyum dalam diam.

Tak berapa lama kemudian Heechul datang. Ternyata ia sudah meminta seorang petugas untuk membukakan gerbangnya.
"Ayo kubantu" Heechul sudah bersiap-siap akan membantu Kyungsoo membawa tubuh Saehee namun Kyungsoo menolak.
"Dia... sulit berjalan. Biarkan aku yang menggendongnya" lalu Kyungsoo membawa Saehee ke atas punggungnya dan berjalan melewati kakak sepupunya. Heechul hanya tersenyum melihat ke arah mereka berdua.

Keadaan kamar Villa mereka masih cukup ramai. Hanya Tao saja yang sudah meringkuk di balik selimut kamarnya.
"ASTAGA! Apa yang terjadi dengan Saehee?" pekik Chunji yang sedang sibuk bermain kartu bersama Taemin, Jaedong, Kyuhyun, dan Sungmin di ruang TV. Taemin pun tak kalah terkejutnya melihat keadaan Saehee yang benar-benar menyedihkan.

"Ppali! Bantu aku!" mereka pun membantu menurunkan Saehee dari atas punggung Kyungsoo dan memapah yeoja itu ke sofa. Tubuhnya sangat panas.
"Aigoo, dia demam! Cepat ambil kotak obat di tasku!" Taemin pun segera berlari menuju kamar dan mengambil kotak obat di tas Chunji. Miyoon dan Sanjin yang melihat hal itu tampak paling panik.
"Omona! Apa yang terjadi?"
"Aku bertaruh bahwa ada seseorang di kamar ini yang sengaja mencelakakan Saehee karena tadi Kyungsoo menemukannya hampir terjatuh di jurang bukit" ucap Heechul tajam. Semuanya memasang wajah bingung sekaligus terkejut.

Kyungsoo yang tadinya terus menggenggam tangan Saehee kini beralih menghampiri Ilsun dan Mai yang tampak gelisah di meja makan. Wajahnya amat geram.

"Katakan! Siapa di antara kalian yang memiliki ide untuk mencelakakan Saehee?!" Kyungsoo menarik lengan Ilsun kasar walaupun volume suaranya masih bisa ia atur rendah. Ilsun dan Mai nampak ketakutan.
"Omo! Oppa! Neomu appa!" rintih Ilsun.
"Cepat katakan!"
"Oppa! Eumm... itu bukan salah kami. Dia.... dia menghilangkan gelangku, pemberian mendiang kakekku. Tentu saja dia harus bertanggung jawab dan dia mencarinya sendiri" jelas Mai berusaha melepaskan tangan Ilsun dari jeratan amarah Kyungsoo.
"BOHONG!" sentak Kyungsoo yang kini amarahnya mulai memuncak.
"Lalu ini apa?" kini Kyungsoo mengangkat tangan kiri Mai yang terdapat gelang pemberian kakeknya tepat di depan wajahnya. Kini yeoja itu benar-benar bergetar ketakutan.
"Gelang pemberian kakekmu ini bahkan sama persis seperti milik Taehyun nuna dan milik Ilsun!" Kyungsoo menghempaskan tangan Mai kasar yang mulai menitihkan airmata.
"Kau bisa membunuhnya! BODOH!!"

Dengan cepat Sanjin menghampiri Kyungsoo.
"Cukup Kyungsoo-ah!" tak dihiraukannya nasihat Sanjin justru ia berjalan ke arah Saehee terbaring dan menggendongnya kembali untuk ia pindahkan ke dalam kamar Saehee, Sanjin, dan Miyoon.

Kyungsoo menutup pintu kamar Saehee perlahan setelah dirasa Saehee sudah dapat dirawat oleh Miyoon dan Sanjin. Taemin, Chunji, dan Heechul menunggu Kyungsoo di luar kamar Saehee.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Chunji.
"Dia baik-baik saja. Mungkin besok sudah sembuh. Tadi dia sudah mulai bisa berbicara normal" jelas Kyungsoo yang hanya direspon anggukan dari ketiganya.

Di dalam kamar, Sanjin dan Miyoon mengompres tubuh Saehee dan membalutnya dengan banyak selimut dan mantel tebal.
"Tampaknya Kyungsoo amat mengkhawatirkanmu" Sanjin memulai pembicaraan.
"Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir melihat seseorang terjebak di jurang? Jika Ilsun atau Mai yang terjebak, walau aku membencinya pun aku juga tetap panik dan pasti berusaha menolongnya" balas Saehee.
"Tidak juga. Nyatanya mereka berdua justru ingin mencelakakanmu"
"Eiyy, tapi kau tidak tahu kan? Tadi Kyungsoo marah habis-habisan terhadap Ilsun dan Mai. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Heechul bahkan tidak sampai semarah itu pada mereka berdua" sela Miyoon sambil tersenyum menggoda.
"Ah.... kyeopta! Kalian berdua seperti Romeo&Juliet" Sanjin menerawang sambil menautkan kedua tangannya. Kali ini Saehee tidak menampik, justru ia tersenyum tipis mendengar cerita kedua sahabatnya.


~***~
Miyoon tampak sedang duduk di kursi taman Villa. Pagi yang dingin ini seakan mengerti perasaannya yang biru. Ia menyentuh dadanya lalu menghela nafas panjang. Seseorang duduk di sebelahnya namun ia belum juga menyadarinya. Lalu tak lama kemudian Miyoon menoleh ke arah orang itu yang membuatnya membelalakkan matanya.

"Kibum-ah?" Pekik Miyoon. Namja yang ia panggil Kibum itu hanya tersenyum tipis.
"Kau bahkan sekarang sudah tidak memanggilku lagi dengan sebutan kesayanganmu dulu" ujar namja itu.
"Apa... apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya terbata.
"Ada urusan pekerjaan. Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di sini?"
"Berlibur" jawabnya singkat. Dalam beberapa saat mereka berdua terdiam.
"Maaf soal kemarin. Aku marah-marah padamu" akhirnya Miyoon memulai kembali pembicaraan.
"Gwaencanha. Wajar jika kau marah".

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan ada sepasang mata yang memerhatikan dua insan itu. Dia mengembuskan nafas panjang dan dengan menatap mereka nanar ia kembali masuk ke dalam Villa.

Akhirnya setelah seharian demam, kini Saehee dapat beraktivitas kembali. Pagi ini entah mengapa ia ingin mengunjungi rumah Sujin lagi. Ia ingin merasakan aura sejuk di rumah wanita itu. Kali ini ia pergi bersama Sanjin dan Jaedong untuk menemaninya.

"Annyeonghaseyo ahjumma"
"Ah.. Saehee. Ayo mari masuk" Sujin yang sedang mengairi bunga-bunganya pun langsung menghentikan aktivitasnya dan membukakan pintu rumahnya untuk Saehee dan kedua sahabatnya.


~***~


Sudah tiga hari ini Saehee selalu berkunjung ke rumah Sujin dan tak terasa besok ia sudah harus kembali lagi ke Seoul. Ada rasa sedikit tidak rela karena harus meninggalkan tempat indah ini.

"Kyungsso eddisseo?" tanya Tao pada Sungmin yang tengah membereskan pakaiannya.
"Molla. Tadi dia bilang hanya mau membeli kimbab sebentar di depan" tak lama setelah Sungmin menjawab, terdengar suara pintu terbuka.
"Eo, Kyung-ah. Kau sudah beli kimbab?" seketika ucapan Tao terhenti ketika mendapati Kyungsoo tak sendiri. Ia bersama seorang wanita. Saehee yang baru keluar dari kamar pun terkejut melihat Kyungsoo yang membawa seorang wanita yang amat ia kenal.

"Ahjumma?".

Mereka bertiga pun duduk di meja makan. Wajah Sujin nampak senang sekaligus sedih.
"Ahjumma..." Kyungsoo menatap ke arah Sujin lalu keduanya mengangguk pelan membuat Saehee kebingungan.
"Saehee, apakah kau ingat masa kecilmu?" tanya Sujin hati-hati. Saehee mengernyit heran.
"Sedikit. Aku... hanya ingat bahwa dulu aku memiliki seorang kakak laki-laki yang lebih tua tiga tahun dariku" jawabku.
"Siapa nama kakakmu?"
"Dia... dia bernama Park Sungjo" seketika Sujin menitihkan air matanya. Sesungguhnnya Saehee tidak tahu ada apa tapi rasanya ia juga ingin menangis saat ini.
"Ingatkah kau bahwa nama ibumu adalah Ahn Jinsu dan nama ayahmu adalah Park Daejung?" kali ini Saehee benar-benar mengalirkan airmatanya.
"N...ne" saat itu juga Sujin langusng memeluk Saehee.
"Kau putriku!" Saehee nampak terkejut lalu dengan masih saling berpelukan ia bertanya.
"Geundaeyo.... nama ahjumma bukan Ahn Jinsu" seketika Sujin melepaskan pelukannya dan mulai menjelaskan "Ketika ayah dan kakakmu meninggal aku meletakkanmu di gerobak sayur itu. Lalu sejak itu aku menjadi depresi dan mengubah namaku menjadi Ahn Sujin"
"Jadi.... jadi ahjumma adalah..... ibuku?" Sujin mengangguk lalu pasangan ibu dan anak yang telah lama terpisah tersebut kembali berpelukan.

Kyungsoo yang melihat drama pertemuan anak dan ibu itu menyunggingkan senyumnya. Ia merasa bahagia karena dapat mempertemukan kembali Saehee dengan ibunya. Sebenarnya ia sudah merasa curiga sejak pertemuan pertamanya dengan Sujin. Ia melihat ada banyak kemiripan di antara mereka berdua apa lagi Kyungsoo mengetahui kisah hidup Saehee hingga akhirnya ia bertekad mempertemukan Saehee dengan Sujin di hari terakhir mereka berada di Gyeongju.

"Eomma.... besok aku akan pulang. Maukah eomma ikut denganku dan tinggal bersamaku di Seoul?" Sujin menundukkan kepalanya mendengar ajakan putrinya itu.
"Tidak bisa. Eomma tidak bisa meninggalkan toko bunga eomma" kini giliran Saehee yang terlihat menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu aku yang akan tinggal di sini" cetus Saehee yang membuat Kyungsoo hampir memekik. Di dalam hati Kyungsoo sebenarnya ia amat sedih jika Saehee bertekad untuk tinggal di Gyeongju, namun apa daya? Ia tidak bisa mengelak karena Sujin merupakan ibu kandung Saehee.

Melihat Kyungsoo yang tampak khawatir, Sujin tersenyum dan melanjutkan "Tidak! Bagaimana dengan pekerjaanmu di Seoul?!"
"Aku bisa meninggalkan pekerjaanku untuk eomma dan membantu eomma berjualan bunga"
"Bukan itu! Masih ada tanggung jawab yang belum kau selesaikan di sana!" Saehee kembali mengernyitkan dahinya.
"Apa itu?"
"Kau belum menunjukkan kesuksesanmu pada eomma!" Sahee kembali merekahkan senyumnya dan kembali memeluk ibunya.
"Berjanjilah pada eomma kau akan kembali kesini dengan sudah menjadi orang sukses!"
"Ne! Aku berjanji eomma!".


***

Akhirnya hari ini tiba. Sujin ikut mengantar anaknya beserta teman-temannya tersebut sampai ke stasiun.
"Jaga dirimu baik-baik"
"Ne. Eomma juga"
"Wah imo! Kapan-kapan imo harus berkunjung ke Seoul untuk menyaksikan Saehee bermain saxophone. Itu sangat keren!" ujar Tao tiba-tiba.
"Itu benar, imo! Imo pasti bangga jika melihat Saehee yang sudah berada di atas panggung"
Sujin hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Tao dan Chunji.
"Ne, kapan-kapan imo pasti akan berkunjung ke Seoul"
"Baiklah eomma. Keretanya sudah datang. Aku pergi"
"Ne! Hati-hati!" Sujin berpelukan singkat dengan Saehee sebelum akhirnya mereka semua benar-benar memasuki gerbong kereta api.

Perjalanan lama di kereta benar-benar tidak terasa. Sepanjang perjalanan Kyungsoo benar-benar memerhatikan apa pun yang dibutuhkan oleh Saehee. Mulai dari syal, camilan, dan juga topi rajutan. Bahkan Kyungsoo menukar topi rajutan Saehee dengan miliknya yang lebih tebal. Hal itu membuat Mai sedih namun membuat teman-teman lain yang melihatnya tersenyum-senyum sendiri.

Akhirnya mereka sampai di Seoul. Saehee melihat Sanjin yang merangkul lengan Jaedong namun kali ini dengan raut wajah keduanya yang berbeda. Merasa penasaran, Saehee pun menghampiri mereka berdua.

"Hey, tidak biasanya kalian saling rangkul seperti itu" ucap Saehee. Sanjin dan Jaedong saling bertatap-tatapan setelah itu mereka berdua tertawa membuat Saehee keheranan. Sanjin pun melepaskan rangkulannya lalu berdeham pelan.
"Begini Saehee-ah. Kami.... sudah berpacaran sejak kemarin"
"MWO????" Saehee membulatkan matanya tak percaya.
"Kenapa kalian tidak memberi tahuku? Apakah yang lain sudah tahu?" Sanjin dan Jaedong mengangguk mantap.
"Huh! Sahabat macam apa kalian? Aku yang sudah lebih dulu kenal dengan kalian tidak diberi tahu. Jahat!" gerutu Saehee sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Hehehehe, mian Saehee-ah! Gara-gara kau sendiri juga yang dari kemarin menempel terus dengan Kyungsoo. Kaja Jae-ah" Sanjin kembali merangkul lengan Jaedong dan berjalan mendahului Saehee yang tengah bersungut-sungut.

Sebuah tangan terulur pada Saehee. Kyungsoo, si pemilik tangan, dengan wajah teduhnya menatap Saehee. Yeoja itu tersenyum tipis lalu meletakkan tangannya di atas tangan Kyungsoo. Namun Saehee bingung dibuatnya. Kenapa Kyungsoo hanya diam saja? Dia justru menatap Saehee aneh.

"Kau ini percaya diri sekali?!"
"Mwo?"
"Tasmu!" Kyungsoo menunjuk koper yang dibawa oleh Saehee dan ia reflek melihat ke arah yang ditunjuk Kyungsoo dengan tatapan bingung. Merasa geregetan dengan perilaku Saehee yang lambat, akhirnya Kyungsoo melepaskan tangannya dari tangan Saehee dan beralih mengambil koper milik yeoja itu lalu berjalan mendahuluinya.

"Aiishhh... Saehee babo! Babo! Babo! Babo!" Saehee merasa malu setengah mati. Ternyata Kyungsoo hanya ingin membawakan kopernya. Berulang kali ia memukul-mukul kepalanya sendiri karena merasa sangat malu.

"Saehee-ah, kami pulang berdua ya. Jaedong kemarin meninggalkan motornya di stasiun. Annyeong" Sanjin melambaikan tangannya pada Saehee begitu pula Miyoon Manajer yang pulang bersama Taemin, Tao, Yoojin, dan Jinhae. Sedangkan Heechul, Sungmin, dan Kyuhyun langsung melesat pergi menuju coffee shop yang sudah seminggu itu mereka tutup. Ilsun dan Mai? Mereka merasa bersalah pada Saehee jadi mereka memilih untuk pulang menaiki taxi. Tinggallah Kyungsoo dan Saehee yang diselimuti kecanggungan.

"Ayo naik"
"Ne?"
"Kau tidak mau pulang?" Kyungsoo langsung saja memasukkan barang bawaannya dan Saehee ke dalam bagasi mobil Toyota-nya. Saehee memasuki mobil Kyungsoo dengan canggung ditambah isi mobil Kyungsoo yang sudah sangat canggih menambah rasa canggungnya.

Kyungsoo menyalakan AC mobilnya dan lama-kelamaan Saehee merasa kedinginan. Ia ingin mematikan AC tapi ia bingung tombol mana yang harus ia tekan. Mobil Kyungsoo benar-benar berbeda dari mobil-mobil yang biasa ia tumpangi. Tidak ada petunjuk tombol AC, radio, maupun volume. Itu semua membuatnya kebingungan.

"Kau kedinginan?" Kyungsoo menatap Saehee yang sejak tadi menggosok-gosokkan kedua tangannya. "Kalau begitu matikan saja AC-nya".
"Ah, aniya. Aku tidak kedinginan kok" elak Saehee seraya tertawa. Sesungguhnya ia sudah sangat menggigil tapi demi gengsi ia harus bertahan sampai di rumahnya. Apa kata Kyungsoo nantinya jika tahu bahwa Saehee tidak tahu tombol AC-nya.

"Tolong gantikan saluran radionya. Lagu ini jelek" DEG!!! Tiba-tiba udara di sekitar Saehee yang tadinya dingin kini menjadi panas. Ia merasa ragu harus menekan tombol yang mana. Lalu yeoja itu memutar otaknya untuk mencari alasan.
"Ah, jangan diganti! Lagu ini bagus kok!" Kyungsoo menatap yeoja di sebelahnya heran.
"Kau menyukai lagu-lagu trot seperti ini? Haha, kukira kau penyuka musik jazz" Kyungsoo tertawa mencibir "Seleramu klasik" lanjutnya yang membuat hati Saehee menjadi dongkol.

Jinjja! Kalau saja aku tahu yang mana tombolnya sudah pasti aku akan mengganti lagu yang sudah ketinggalan jaman ini!

Di tempat lain kini Taemin tengah berdiri di depan rumah yeoja pujaannya kemudian ia dipersilakan masuk ke dalam rumah bergaya arsitektur Eropa tersebut. Dilihatnya berbagai macam lukisan dan patung yang terpasang di setiap sudut rumah yeoaj itu.

"Jadi Manajer ini penyuka seni ya?" Miyoon meletakkan secangkir kopi di atas meja untuk Taemin. Dengan tersenyum yeoja itu menjawab "Tidak juga. Ini semua adalah barang-barang ayahku. Beliau tinggal di Tokyo bersama ibuku. Jadi aku tinggal sendirian di sini" Taemin hanya manggut-manggut mengerti.
"Eum... Manajer. Ini. Kemarin waktu di Gyeongju Manajer menjatuhkan ini" Taemin menyerahkan sebuah sapu tangan berwarna biru laut yang bertuliskan M&K di sudut sapu tangan itu. Miyoon nampak sedikit terkejut namun ia tetap mengambilnya.
"Oh, gomawo" Taemin membalasnya dengan mengangguk pelan kemudian ia kembali menunduk.
"Aku tahu kau pasti kemarin melihatku bersama namja itu. Ya, dialah yang memberikanku sapu tangan ini" perkataan Miyoon seolah menjawab isi pikiran Taemin karena saat itu juga namja itu mengangkat kepalanya kembali.
"Dia dulu adalah tunanganku. Namanya Kim Kibum. Namun ibunya tidak menyetujui hubungan kami dengan alasan yang klasik, karena dulu kami tidak sederajat." Miyoon menghela nafas panjang sebelum kembali melanjutkan ceritanya "Lalu dengan jahatnya ibu Kibum menyewa orang untuk mencuci otak putranya sendiri agar ia mau dijodohkan dengan yeoja pilihan ibunya. Kibum adalah orang yang keras jadi ibunya melakukan cara seperti itu agar anaknya mau menikahi putri rekan kerja suaminya" Miyoon nampak menahan nafas sejenak lalu mendongakkan kepalanya ke atas supaya airmatanya tidak tumpah begitu saja.

Taemin mulai mendekatinya dan mengusap kedua bahu Miyoon dengan kedua tangannya. Wajahnya menampakkan keprihatinan.
"Tidak perlu dilanjutkan"
"Gwaencanha. Sekarang aku cukup senang karena telah memiliki teman-teman seperti kalian. Terutama kau" Taemin memandang mata Miyoon tanpa berkedip. Seulas senyum terukir perlahan di bibirnya yang berisi.


~***~


"Hyung... kau mau ke kantor?" Kyungsoo memerhatikan kakak kandungnya yang tengah mengenakan dasi lewat pantulan cermin.
"Ne. Wae? Kau mau pergi?" Kyungsoo tersenyum lebar menjawab pertanyaan kakakknya itu. Maklum saja, tadi malam setelah mengantar Saehee pulang tiba-tiba saja mobilnya mogok dan harus masuk ke bengkel selama seminggu. Jadilah kini ia bergantung dari mobil kakaknya.
"Pukul berapa?"
"Yah, mungkin sore. Sekitar pukul 4" Seungho mengangguk mengerti.
"Geurae. Nanti aku juga pulang pukul 4" setelah menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba terdengar bunyi gaduh dari tangga kemudian seseorang membuka pintu kamar Seungho dengan kasar.
"Eomma? Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" gerutu Kyungsoo setelah mengetahui ternyata orang itu adalah Choi Sunghee, ibunya. Wajah Sunghee terlihat pucat dan sedikit berpeluh.
"Cepat ke rumah sakit sekarang! Sesuatu terjadi pada ayah kalian!"
"MWO???"




-TBC-

No comments:

Post a Comment